Untukmendukung perubahan strategi ini, maka arah kebijakan pengembangan UKM dan koperasi di masa depan yang tujuan utamanya adalah meningkatkan daya saing dari UKM dan koperasi adalah seperti yang dijabarkan di Tabel 11.: Tabel 11: Arah Kebijakan Peningkatan Daya Saing UKM dan Koperasi Jangka Waktu Jangka Panjang Jangka menengah Jangka Pendek UkuranDaya Saing Koperasi Dan UKM REVIEW JURNAL. Nama Kelompok: Nuryana 25210226. Shinta Nur Amalia 26210523. Yusuf Fadillah 28210800. Yoga Wicaksana 28210647. Crishadi Juliantoro 21210630 Untukmenerapkan kebijakan barunya untuk UMKM, pemerintah telah menyetujui perubahan kebijakan industri sehingga pertumbuhan UMKM lebih lanjut dan meningkatkan daya saing industri Indonesia. Perubahan yang dilakukan antara lain, pemerintah telah mengefektifkan bentuk kredit yang disubsidi untuk UMKM dan menyiapkan suatu kebijakan investasi KONSEPDAN STRATEGI DIGITALPRENEURSHIP UNTUK PENINGKATAN DAYA SAING UKM DAN KOPERASI DI INDONESIA Titus Permadi Setiawan International Bussiness Management, Universitas Ciputra tpermadi@ Perkembangan pasar dan peluang bisnis digital di Indonesia ditandai dengan Sedangkantantangan yang akan dihadapi antara lain; laju peningkatan ekspos dan impor, laju inflasi, dampak negatife arus modal yang lebih bebas, kesamaan produk, daya saing SDM dan tingkat perkembangan ekonomi. Adapun kendala atau permasalah yang di hadapi UKM antara lain: permodalan, pemasaran, produksi dan teknologi, birokrasi dan infrastruktur. Dịch Vụ Hỗ Trợ Vay Tiền Nhanh 1s. JAKARTA - Koperasi bisa hidup dan tetap ada hingga saat ini, karena mampu beradaptasi dengan perubahan yang kian cepat. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof. Rully Indrawan mengatakan, disaat pandemi Covid-19, koperasi didorong untuk lebih cepat dalam menghadapi perubahan dan perkembangan teknologi terkini, melalui transformasi digital"Mengapa koperasi bisa hidup dan tetap ada di kehidupan masyarakat, karena koperasi mampu beradaptasi dengan perubahan pada lingkungan strategisnya. Saat ini kita "dipaksa" oleh pandemi, untuk menyesuaikan lebih cepat dan progresif", tegas Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Prof. Rully Indrawan, dalam webinar Sosialisasi Program Inovasi dan Transformasi Digital, di Jakarta, Senin 5/10/2020.Hadir dalam webdinar tersebut, Staf Khusus Menkop UKM Fiki C Satari, Direktur Utama LPDB-KUMKM Supomo, Direktur Utama Smesco Indonesia Leonard KemenkopUKM menjelaskan, transformasi yang dilakukan oleh koperasi dengan layanan digital, terutama dalan melayani anggota hingga berhubungan dengan mitra bisnis. Menurutnya, layanan digital menjadi alternatif satu-satunya untuk mewujudkan koperasi yang kuat dan memiliki daya saing koperasi. "Digital layanan bagi para mitra dan anggota harus memiliki karakter yang berbeda. Karena layanan bagi anggota harus mampu menyajikan tingkat partisipasi anggota," upaya tersebut bukan hal yang mudah diterapkan karena kondisi koperasi maupun anggota antar daerah memiliki variasi yang tajam. Namun dengan semangat kebersamaan kita bisa saling sharing baik dari sisi teknis maupun bisa menjadi mediator dan fasilitator yang menjadi bagian penting dari perjalanan sejarah dengan melakukan transformasi digital serta inovasi di lingkungan dan sharing informasi menjadi mudah saat ini karena lagi2 karena dukungan teknologi informasi."Pertemuan seperti ini mustahil dimasa lalu. Pertemuan dengan zoom youtube sekarang sederhana dan mudah. Kesimpulannya, koperasi harus hidup dengan kesadaran di lingkungan yang cepat berubah. Transformasi digital harus dilakukan suka dan tidak suka. Inovasi menjadi sangat penting. Koperasi harus jadi bagian penting perjalanan sejarah," menjelaskan, KemenkopUKM akan mengakomodasi kebutuhan dan mendukung koperasi. Apalagi dalam Undang- Undang Cipta Kerja, koperasi masuk dalam klaster UMKM yang ditugasi untuk turut mendinamisasi usaha2 yang dilakukan oleh berharap hal tersebut dapat memotivasi dan memberikan inspirasi yang berbeda dibanding di masa lalu yaitu membuat koperasi kuat dan berdaya saing dengan dukungan pemetintah yang bernuansa pemberdayaan", itu, Staf Khusus MenkopUKM Fiki C Satari mengatakan, koperasi di Indonesia harus bertransformasi dengan perubahan zaman. Menurutnya perubahan harus dimulai hari ini, untuk menjadi bagian dari sejarah."Kita perlukan sebuah gerakan. Ingin pastikan menjadi bagian sejarah hari ini dan akan datang. Bagian yang diingat penerus mendatang. Kalau bukan hari ini kapan lagi. Bagaimana koperasi kita perubahan zaman. Yang menjadi abadi adalah perubahan," kata Fiki. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Konten Premium Nikmati Konten Premium Untuk Informasi Yang Lebih Dalam Disclaimer You are using Google Translate. The Ministry of CI is not responsible for the accuracy of information in the translated language. Powered by GoogleDisclaimer Anda menggunakan Google Translate. Kementerian Kominfo tidak bertanggung jawab atas keakuratan informasi dalam bahasa diterjemahkan AbstrakPenelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa koperasi di Indonesia yang mayoritas dianggap sebagai badan usaha yang tidak mempunyai daya saing. Kondisi empiris mengungkapkan bahwa koperasi belum bisa mensejahterakan anggotanya sendiri, bahkan banyak koperasi yang mengalami kegagalan dan bubar akibat berbagai penelitian ini adalah untuk memberikan perspektif kepada koperasi tentang pentingnya menggarap anggota dengan menggunakan customer focus dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang dimiliki koperasi itu sendiri. Dengan strategi customer focus, koperasi tidak harus memenangkan persaingan dengan cara mencari banyak pelanggan baru, melainkan memenangkan persaingan dengan cara fokus kepada anggota yang loyal. Anggota yang loyal akan tetap bertahan dan mendukung perusahaan bahkan pada saat perusahaan tersebut berada pada kondisi yang paling ini tergolong dalam penelitian kuantitatif, dan termasuk field research dengan pendekatan explanatory atau confirmatory. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, dengan jumlah responden sebesar 133 responden yang terdiri dari pengurus, pengawas, manajer, karyawan dan anggota dari 7 koperasi di kota Batu yang telah dipilih secara purposive. Analisis data yang digunakan adalah Path Analysis dengan bantuan SPSS versi yang dihasilkan adalah strategi customer focus berpengaruh secara signifikan meningkatkan daya saing koperasi. Faktor internal dan eksternal merupakan variabel moderating yang bisa dipakai bersama-sama customer focus untuk menambah peningkatan daya saing faktor internal dan eksternal pada koperasi perlu dipertahankan dan harus mendapatkan perhatian lebih untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan customer focus sehingga koperasi bisa berdaya saing dengan badan usaha kunci customer focus, faktor internal, faktor eksternal, daya saing koperasi. Abstract This research is motivated by the assumption that the majority of cooperatives in Indonesia are considered as business entities that do not have competitiveness. Empirical conditions reveal that cooperatives have not been able to prosper their own members, even many cooperatives have failed and disbanded due to various purpose of this study is to provide a perspective to the cooperative about the importance of working on members by using customer focus by considering internal and external factors that are owned by the cooperative itself. With a customer focus strategy, cooperatives do not have to win the competition by finding many new customers, but winning the competition by focusing on loyal members. Loyal members will survive and support the company even when the company is at its research is classified as quantitative research, and includes field research with an explanatory or confirmatory approach. This research was carried out for 5 months, with the number of respondents amounting to 133 respondents consisting of administrators, supervisors, managers, employees and members of 7 cooperatives in the city of Batu which had been selected purposively. Data analysis used was Path Analysis with the help of SPSS version resulting findings are an influential customer focus strategy that significantly improves the competitiveness of cooperatives. Internal and external factors are moderating variables that can be used together with customer focus to increase cooperative internal and external factors in the cooperative need to be maintained and must get more attention to support the successful implementation of customer focus so that cooperatives can be competitive with other business customer focus, internal factors, external factors, cooperative competitiveness Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 PERAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL DALAM MEMODERASI PENGARUH STRATEGI CUSTOMER FOCUS UNTUK MENINGKATKAN DAYA SAING KOPERASI Studi Pada Koperasi Di Kota Batu Ita Athia Dosen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Islam Malang Email itathia Abstrak Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya anggapan bahwa koperasi di Indonesia yang mayoritas dianggap sebagai badan usaha yang tidak mempunyai daya saing. Kondisi empiris mengungkapkan bahwa koperasi belum bisa mensejahterakan anggotanya sendiri, bahkan banyak koperasi yang mengalami kegagalan dan bubar akibat berbagai faktor. Tujuan penelitian ini adalah untuk memberikan perspektif kepada koperasi tentang pentingnya menggarap anggota dengan menggunakan customer focus dengan mempertimbangkan faktor internal dan eksternal yang dimiliki koperasi itu sendiri. Dengan strategi customer focus, koperasi tidak harus memenangkan persaingan dengan cara mencari banyak pelanggan baru, melainkan memenangkan persaingan dengan cara fokus kepada anggota yang loyal. Anggota yang loyal akan tetap bertahan dan mendukung perusahaan bahkan pada saat perusahaan tersebut berada pada kondisi yang paling buruk. Penelitian ini tergolong dalam penelitian kuantitatif, dan termasuk field research dengan pendekatan explanatory atau confirmatory. Penelitian ini dilaksanakan selama 5 bulan, dengan jumlah responden sebesar 133 responden yang terdiri dari pengurus, pengawas, manajer, karyawan dan anggota dari 7 koperasi di kota Batu yang telah dipilih secara purposive. Analisis data yang digunakan adalah Path Analysis dengan bantuan SPSS versi Temuan yang dihasilkan adalah strategi customer focus berpengaruh secara signifikan meningkatkan daya saing koperasi. Faktor internal dan eksternal merupakan variabel moderating yang bisa dipakai bersama-sama customer focus untuk menambah peningkatan daya saing koperasi. Beberapa faktor internal dan eksternal pada koperasi perlu dipertahankan dan harus mendapatkan perhatian lebih untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan customer focus sehingga koperasi bisa berdaya saing dengan badan usaha lainnya. Kata kunci customer focus, faktor internal, faktor eksternal, daya saing koperasi. Abstract This research is motivated by the assumption that the majority of cooperatives in Indonesia are considered as business entities that do not have competitiveness. Empirical conditions reveal that cooperatives have not been able to prosper their own members, even many cooperatives have failed and disbanded due to various factors. The purpose of this study is to provide a perspective to the cooperative about the importance of working on members by using customer focus by considering internal and external factors that are owned by the cooperative itself. With a customer focus strategy, cooperatives do not have to win the competition by finding many new customers, but winning the competition by focusing on loyal Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 members. Loyal members will survive and support the company even when the company is at its worst. This research is classified as quantitative research, and includes field research with an explanatory or confirmatory approach. This research was carried out for 5 months, with the number of respondents amounting to 133 respondents consisting of administrators, supervisors, managers, employees and members of 7 cooperatives in the city of Batu which had been selected purposively. Data analysis used was Path Analysis with the help of SPSS version The resulting findings are an influential customer focus strategy that significantly improves the competitiveness of cooperatives. Internal and external factors are moderating variables that can be used together with customer focus to increase cooperative competitiveness. Some internal and external factors in the cooperative need to be maintained and must get more attention to support the successful implementation of customer focus so that cooperatives can be competitive with other business entities. Keyword customer focus, internal factors, external factors, cooperative competitiveness PENDAHULUAN Koperasi sampai dengan saat ini masih terkesan tradisional dan jauh dari kata profesional. Stigma negatif dari masyarakat masih sering disematkan oleh masyarakat kepada koperasi sebagai badan usaha nomor dua atau bahkan ketiga setelah BUMS dan BUMN/BUMD. Anggapan ini beralasan karena sebagian besar koperasi di Indonesia masih belum dikelola dengan menggunakan sentuhan manajemen yang wajib dilakukan oleh badan usaha yang berorientasi pada keuntungan. Kondisi empiris mengungkapkan bahwa banyak sekali koperasi yang ada di Indonesia tidak dapat mensejahterakan anggotanya bahkan banyak yang mengalami kegagalan seiring dengan waktu sehingga bubar dengan sendirinya akibat berbagai faktor Suprayitno, 2007. Beberapa penelitian menyimpulkan bahwa banyak anggota koperasi yang belum merasa puas akan pelayanan yang telah diberikan oleh koperasi. Hal ini tercermin pada adanya kesenjangan antara kualitas pelayanan yang mampu diberikan koperasi dibandingkan dengan yang diharapkan oleh anggota koperasi Agustin, 2013; Eliyawati, 2015; Purba, 2018. Secara kuantitatif perkembangan koperasi di Indonesia menunjukkan perkembangan yang sangat pesat pada setiap tahunnya, dari data yang dilansir dari kementrian Koperasi dan UKM, Jawa Timur merupakan propinsi yang memiliki jumlah koperasi terbanyak di Indonesia. Oleh karenanya, Jawa Timur meraih prestasi sebagai penggerak Koperasi terbaik Nasional. Namun dibalik potensi itu masih terdapat kendala dan masalah yang dihadapi, antara lain masih banyak koperasi yang ditutup karena tidak aktif, pemanfaatan SDM di lingkungan oleh koperasi belum optimal, dan jaringan koperasi yang berjalan tersegmentasi belum mencapai skala usaha optimal dan rapuh kelangsungannya. Pemerintah pusat maupun daerah terus menstimulus pembangunan koperasi agar menjadi koperasi yang sehat dan berkualitas, mampu meningkatkan jumlah anggota dan fokus pada penguatan kelembangaan koperasi sebagai badan usaha yang efektif dan efisien, sehingga mampu berdaya saing tinggi. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Tabel 1. Jumlah Koperasi di Tingkat Nasional, Propinsi Jawa Timur dan Kota Batu Koperasi sehat dari koperasi yang aktif Sumber dinas koperasi dan disperindag kota Batu, 2018 Koperasi mempunyai pasar internal yang merupakan captive market pasar yang dapat dikuasai, yaitu anggotanya sendiri, yang apabila dikelola secara profesional koperasi bisa memenangkan persaingan dalam memperebutkan pasar atau mempertahankan keeksistensiannya. Captive market inilah yang sebenarnya merupakan keunggulan bersaing yang tidak dimiliki oleh badan usaha lainnya di luar koperasi. Koperasi seharusnya benar-benar mengoptimalkan kebutuhan dan keinginan para anggotanya terlebih dahulu sebelum berekspansi melayani pasar ekternalnya. Penelitian ini akan mencoba memberikan perspektif kepada koperasi tentang pentingnya menggarap pasar internalnya dengan menggunakan strategi customer focus, untuk memenangkan persaingan tidak dengan cara mendapatkan pelanggan yang banyak, melainkan memenangkan persaingan dengan cara fokus pada pelanggan yang loyal. Beberapa riset menunjukkan bahwa perusahaan memiliki kesempatan baik untuk bertahan, dan bahkan berkembang saat kondisi ekonomi semakin berat, jika mereka memiliki pelanggan yang lebih loyal dari competitor mereka. Pelanggan yang loyal akan tetap bertahan dan mendukung perusahaan bahkan pada saat perusahaan tersebut berada pada kondisi yang paling buruk. Customer focus yang digunakan sebagai strategi marketing ini tentunya harus dirumuskan dengan mempertimbangkan faktor-faktor baik internal maupun eksternal yang dimiliki oleh koperasi. Perencanaan strategis merupakan bagian penting bagi perusahaan dalam usahanya mencapai tujuan. Perencanaan strategis khususnya di Indonesia, umumnya masih dianggap hal yang tidak terlalu penting bagi badan usaha yang berskala kecil menengah. Strategi bisnis dirasa hanya perlu dilakukan oleh perusahaan-perusahaan yang berskala besar. Padahal dengan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan yang dipunyai, perusahaan baik itu besar maupun kecil dapat merumuskan strateginya untuk menghadapi lingkungan eksternal yang seringkali berubah dengan cepat dan dipenuhi dengan ketidakpastian. Penelitian mengenai pemasaran strategis yang diterapkan pada koperasi di Indonesia masih sangat minim. Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian-penelitian terdahulu dengan melihat seberapa jauh peranan faktor intenal yang dimiliki oleh koperasi dan faktor eksternalnya yang dapat mendukung koperasi untuk melaksanakan stategi customer focus dalam rangka meningkatkan daya saingnya. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 KAJIAN TEORI Pemasaran Koperasi Koperasi pada dasarnya adalah organisasi yang terdiri dari beberapa anggota yang bekerja bersama-sama untuk memenuhi kesejahteraanya. ICA International Cooperative Alliance menegaskan bahwa tujuan didirikannya koperasi adalah untuk membantu memperbaiki kehidupan sosial ekonomi anggotanya dengan saling bekerja sama dan tolong menolong. Dalam sistem kerja koperasi, anggota berstatus ganda, Ropke 1985 menjelaskan bahwa anggota koperasi adalah pemilik dan sekaligus sebagai pelanggan utama koperasi. Sebagai pemilik, anggota berhak mengendalikan jalannya koperasi dan mengambil kebijakan-kebijakan strategis tentang operasional koperasi, seperti jenis produk, bentuk pelayanan, kualitas produk dan pelayanan, harga, rantai distribusi, dan lain sebagainya. Sebaliknya, sebagai pelanggan, anggota berhak untuk mendapatkan kepuasan atas pelayanan yang diberikan koperasi. Sebagai organisasi bisnis, tentunya koperasi juga berorientasi terhadap keuntungan. Oleh karena itu koperasi tetap harus menggunakan strategi pemasaran dalam rangka mempertahankan eksistensinya di pasar. Pada dasarnya koperasi menghadapi dua pasar potensial yang berbeda, yaitu pasar internal internalize market dan pasar eksternal externalize market Hendar, 2010. Pasar internal menggambarkan transaksi bisnis antara koperasi dengan para anggotanya, sedangkan pasar eksternal menggambarkan transaksi bisnis antara koperasi dengan konsumen non anggota. Pengertian manajemen pemasaran menurut beberapa ahli pemasaran Stanton, Kotler, 1975, 1980 adalah suatu perencaaan yang dibuat oleh organisasi agar organisasi atau perusahaan dapat bersaing dengan baik di pasar, sehingga dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama. Manajemen pemasaran dalam koperasi merupakan suatu hal yang sangat vital dan sangat berpengaruh terhadap maju atau mundurnya koperasi. Koperasi sebagai lembaga pemasaran, adalah lembaga yang mengadakan kegiatan pemasaran, menyalurkan barang dari produsen ke konsumen, serta mempunyai hubungan organisasi. Berdasarkan prinsip identitas koperasi, anggota koperasi mempunyai status ganda, yaitu sebagai pemilik sekaligus sebagai pelanggan, maka memberikan pelayanan kepada anggota harus benar-benar memuaskan. Falsafah konsep pemasaran Limakrisna dan Susilo, 2012 bertujuan untuk memberikan kepuasan terhadap keinginan dan kebutuhan konsumen, sehingga konsep pemasaran yang diterapkan dapat merupakan falsafah bisnis yang menyatakan bahwa pemuasan kebutuhan konsumen merupakan syarat ekonomis dan sosial bagi kelangsungan hidup institusi, agar mendapat laba dalam jangka panjang. Selanjutnya Institusi memprioritaskan untuk berfokus pada pelanggan, dan kinerja institusi didefinisikan dengan mempertimbangkan faktor eksternal, yaitu dari perspektif pelanggan yang ditargetkan, sehingga merupakan pendorong mendasar pembelian Wang dan Lo, 2004. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Strategi Customer Focus Customer Focus menjadi poin yang sangat penting dalam upaya mencapai kepuasan pelanggan. ISO International Standart Organization 9001 meletakkan customer focus pada posisi teratas dalam 7 prinsip sistem manajemen mutunya. Customer focus adalah prioritas utama dengan memberikan semua kebutuhan yang melebihi harapan customer untuk ketercapaian kepuasan pelanggan, sehingga keberlangsungan hidup perusahaan akan terjamin dalam waktu yang panjang. Organisasi bergantung pada pelanggan mereka dan oleh karena itu harus memahami kebutuhan saat ini dan masa depan, harus memenuhi persyaratan pelanggan dan berusaha untuk melebihkan harapan pelanggan ISO 90012015. ISO menegaskan bahwa standar mutu ini dapat diterapkan pada berbagai organisasi, besar ataupun kecil, apapun produk dan layanannya, dalam berbagai aktivitas sektor, apakah itu perusahaan bisnis, layanan publik atau departemen pemerintahan. Whitely dalam Goetsch dan Davis 1994 mengemukakan karakteristik organisasi yang sukses dalam membentuk fokus pada pelanggan, antara lain yaitu 1. Visi, komitmen, dan suasana, Manajemen perlu menunjukkan baik dalam kata-kata tertulis maupun tindakan, bahwa organisasi memiliki komitmen besar terhadap kepuasan pelanggan. 2. Penjajaran dengan pelanggan, Organisasi perlu menyejajarkan dirinya dengan pelanggannya, hal ini tercermin dalam beberapa hal, antara lain yaitu a. pelanggan berperan sebagai penasehat dalam penjualan produk dan pelayanan, b. pelanggan tidak dijanjikan sesuatu yang lebih daripada apa yang bisa diberikan, c. karyawan memahami product knowledge yang dihargai pelanggan, d. masukan dan umpan balik dari pelanggan dimasukkan dalam proses pengembangan produk/layanan. 3. Kemauan untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan pelanggan, Perusahaan harus selalu berusaha untuk mengidentifikasi dan mengatasi permasalahan para pelanggannya. Hal ini tercermin dalam hal, a. keluhan pelanggan dipantau dan dianalisa, b. selalu mengupayakan adanya umpan balik dari pelanggan, c. organisasi berusaha mengidentifikasi dan menghilangkan proses, prosedur, dan sistem internal yang tidak menciptakan nilai bagi pelanggan. 4. Memanfaatkan informasi dari pelanggan, Organisasi tidak hanya mengumpulkan umpan balik dari pelanggan, tetapi juga memanfaatkannya dalam rangka melakukan perbaikan. Pemanfaatan informasi dari pelanggan ini tercermin pada a. semua karyawan memahami bagaimana pelanggan menentukan kualitas, b. karyawan di semua level diberi kesempatan untuk bertemu dengan pelanggan, c. karyawan mengetahui siapa yang menjadi pelanggan sesungguhnya, d. organisasi memberikan informasi yang membantu terciptanya harapan realistis kepada para pelanggan, prinsipnya adalah janjikan apa yang bisa diberikan, tetapi berikan lebih dari yang Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 dijanjikan, dan e. manajer dan karyawan memahami kebutuhan dan harapan pelanggan. 5. Mendekati para pelanggan, Berdasarkan pendekatan TQM Total Quality Management, organisasi tidak cukup hanya pasif menunggu umpan balik dari pelanggannya. Berbagai bidang yang kompetitif menuntut pendekatan yang lebih aktif. Mendekati pelanggan berarti melakukan hal-hal seperti a. memudahkan pelanggan untuk menjalankan bisnis, b. berusaha mengatasi semua keluhan pelanggan, c. memudahkan pelanggan dalam menyampaikan keluhannya melalui berbagai macam media. 6. Kemampuan, kesanggupan, dan pemberdayaan pegawai, Pegawai diperlukan sebagai profesional yang memiliki kemampuan dan diberdayakan untuk menggunakan pertimbangannya sendiri dalam melakukan hal-hal yang dianggap perlu dalam rangka memuaskan kebutuhan pelanggan. Hal ini berati setiap pegawai memahami produk/jasa yang mereka tawarkan dan kebutuhan pelanggan yang berkaitan dengan produk/jasa tersebut. Ini juga berarti bahwa pegawai diberi sumber daya dan dukungan yang diperlukan dalam memenuhi kebutuhan pelanggan 7. Penyempurnaan produk dan proses secara terus-menerus. Organisasi yang bersifat customer driven melakukan setiap tindakan yang diperlukan untuk secara terus-menerus memperbaiki produk/jasa dan proses yang menghasilkan produk/jasa tersebut. Pendekatan ini diwujudkan dalam hal, yaitu a kelompok fungsional internal bekerja sama untuk mencapai sasaran bersama, b praktik-praktik terbaik yang berkaitan dengan bidang pendidikan dipelajari dan dilaksanakan, c waktu siklus riset dan pengembangan secara terus-menerus dikurangi, d setiap masalah diatasi dengan segera, dan e investasi dalam pengembangan ide-ide inovatif dilakukan. Ketujuh karakteristik tersebut dapat digunakan sebagai pedoman dan membentuk fokus pada pelanggan. Pada tahap awal setiap organisasi perlu melakukan analisis diri. Dalam analisis ini akan ditentukan karakteristik mana yang sudah dan belum ada dalam organisasi. Organisasi perlu mewujudkan karakteristik yang belum ada tersebut sehingga fokus pada pelanggan dapat terbentuk. Faktor Internal Koperasi Secara teoritis, faktor internal seringkali mengacu sebagai potensi dan kemampuan sumber daya yang dimiliki secara internal oleh organisasi atau perusahaan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif. Tingkat potensi dan kemampuan sumber daya yang mencerminkan profil organisasi ini akan melahirkan dua kemungkinan yaitu pada kekuatan dan kelemahan. Analisis internal dimaksudkan untuk mengidentifikasi keunggulan bersaing competitive advantage organisasi David, Fred R, 2009. Lingkungan internal merupakan suatu kondisi yang tercipta karena proses yang terjadi dari dalam organisasi. Analisis lingkungan internal ini bersifat dapat dikendalikan oleh organisasi. Hariadi 2005 menambahkan bahwa faktor internal merupakan sejumlah variabel yang meliputi kekuatan Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 dan kelemahan yang berada di dalam organisasi, dimana dalam jangka pendek variabel tersebut berada di dalam pengendalian manajer puncak. Koperasi memiliki karakteristik yang berbeda dibandingkan dengan organisasi bisnis lainnya. Pada koperasi, sebenarnya nilai-nilai yang ditawarkan tidak hanya dalam pengertian ekonomis, tetapi juga menyangkut nilai-nilai ideologis seperti kemandirian, solidaritas, demokrasi, kebebasan, keadilan, altruisme dan pengembangan sosial Munkner, 1987. Koperasi memiliki tangible asset dan intangible asset, oleh Ulrich 1998 menyebutkan bahwa aset perusahaan tidak lagi ditentukan oleh seberapa besar nilai investasinya pada asset-aset yang wujud tangible semata, tetapi juga lebih kepada asset tak berwujud intangible asset. Asset intangible koperasi adalah modal koperasi yang tidak berwujud atau bersifat abstrak yang muncul melalui jaringan hubungan interaksi dan kerjasama dengan orang lain. Modal ini disebut sebagai modal sosial, menurut Bullen dan Onyx 2000, komponen modal sosial berupa partisipasi dalam jaringan, hubungan timbal balik, trust, control social, kebersamaan, dan proaktif. Tabel 1 Komponen Modal Sosial Partisipasi dalam jaringan Tingkat kepadatan jaringan-jaringan hubungan yang saling berkaitan antar individu dan kelompok Hubungan timbal balik reprocity Merupakan suatu kombinasi dari sifat untuk mengutamakan orang lain untuk jangka pendek dan kepentingan sendiri dalam jangka panjang Suatu kerelaan untuk menerima segala resiko dalam konteks sosial yang berdasarkan pada keyakinan bahwa orang lain akan memberi reaksi seperti yang diharapkan Norma-norma social social norms Bentuk control social informal, dimengerti secara umum sebagai suatu formula untuk menentukan pola-pola tingkah laku yang diharapkan dalam konteks social tertentu. Kebersamaan the commons Berhubungan dengan pembentukan suatu lumbung’ sumber daya komunitas yang tidak dimiliki seorang individu namun digunakan bagi semua anggota komunitas Sumber Bullen dan Onyx, 2000 Sedangkan faktor internal yang mempengaruhi perkembangan usaha koperasi menurut Soedirman, 2006, meliputi partisipasi anggota, solidaritas antar anggota koperasi, pengurus koperasi yang juga tokoh masyarakat, skala usaha, perkembangan modal, ketrampilan manajerial, jaringan pasar, jumlah dan kualitas SDM koperasi, pemilikan dan pemanfaatan perangkat teknologi produksi, sistem manajemen, dan kinerja pengurus. Faktor Eksternal Koperasi Sedangkan audit eksternal mengacu pada penekanan identifikasi dan evaluasi trend dan kejadian yang berada di luar kendali perusahaan. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Mengenai faktor eksternal ini, Hariadi 2005 menjelaskan bahwa lingkungan eksternal merupakan sejumlah variabel yang mengacu pada peluang dan ancaman yang berada di luar organisasi dalam jangka pendek dan biasanya tidak dapat dikendalikan oleh manajemen puncak organisasi. Tujuan dari audit eksternal adalah mengembangkan peluang yang dapat menguntungkan perusahaan, serta menghindari ancaman yang bisa merugikan perusahaan. Menurut David 2016, dalam mengaudit eksternal, sebuah perusahaan harus mengumpulkan informasi mengenai lima kekuatan eksternal utama yang mencakup 1. Kekuatan ekonomi, 2. kekuatan sosial, budaya, demografis dan lingkungan, 3. kekuatan pemerintah dan hukum, 4. kekuatan teknologi, dan 5. kekuatan kompetitif yang secara signifikan dapat menguntungkan atau membahayakan organisasi di masa yang akan datang. Soedirman 2006 memaparkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan koperasi antara lain a. Komitmen pemerintah untuk menempatkan koperasi sebagai soko guru perekonomian nasional. b. Sistem prasarana, pelayanan, pendidikan dan penyuluhan. c. Iklim pendukung perkembangan koperasi dari pemerintah. d. Dicabutnya Fasilitas Tertentu Oleh Pemerintah e. Tingkat harga Daya Saing Koperasi Sebagai bagian dari strategi, daya saing bukan dimaksudkan untuk ”memusnahkan” pesaing, akan tetapi menjadi yang terbaik bagi pelanggannya dibandingkan pesaingnya. Menjadi yang terbaik adalah menyampaikan produk dan pelayanan yang terbaik kepada pelanggan dibanding pesaingnya. Definisi daya saing selalu mengalami perkembangan, dalam pembentukan rantai nilai value of chain, daya saing dapat ditunjukkan dari kemampuan perusahaan untuk mendatangkan nilai baik dari kegiatan primer maupun pendukung. Keunggulan bersaing disebabkan oleh pilihan strategi yang dilakukan perusahaan untuk merebut peluang pasar. Ada tiga strategi yang dapat dilakukan perusahaan untuk memperoleh keunggulan bersaing yaitu cost leadership, diferensasi, fokus. Perusahan dapat memperoleh keunggulan bersaing yang lebih tinggi dibanding dengan pesaingnya jika perusahaan dapat memberikan harga jual yang lebih murah daripada harga yang diberikan para pesaingnya dengan nilai/kualitas yang sama. Harga jual yang lebih rendah dapat dicapai oleh perusahaan tersebut karena memanfaatkan skala ekonomis, efisiensi produksi, penggunaan teknologi, kemudahan akses dengan bahan baku, dan sebagainya. Perusahaan juga dapat melakukan strategi diferensiasi dengan menciptakan persepsi terhadap nilai tertentu pada konsumen misalnya, perespsi terhadap keunggulan kinerja produk, inovasi produk, pelayanan yang lebih naik, dan brand image yang lebih unggul. Selain itu strategi fokus juga dapat diterapkan untuk memperoleh keunggulan bersaing sesuai dengan segmentasi pasar sasaran yang diharapkan. Porter, 1993. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Koperasi akan memiliki keunggulan kompetitif ketika pelanggan terutama anggota mendapatkan kepuasan melalui kesan bahwa produk atau layanan lebih baik daripada produk atau layanan pesaing. Untuk itu koperasi harus memperhatikan lima poin dalam mengembangkan daya saing, yang fokus pada pelanggan sebagai anggota atau bukan anggota, kesetiaan pada kualitas, perhatian terhadap kenyamanan, konsentrasi terhadap inovasi, dan dedikasi terhadap pelayanan Hendar, 2010. Koperasi sebagai badan usaha akan selalu bersaing dengan pelaku usaha lainnya. Indikator koperasi yang bisa memenangkan persaingan adalah koperasi yang mampu menarik anggota sebanyak mungkin. Kemampuan koperasi yang bisa menawarkan kelebihan khusus yang tidak bisa diberikan oleh perusahaan lain akan menarik anggota baru untuk masuk ke dalam koperasi tersebut. Syarat koperasi untuk bisa menarik masyarakat menjadi pemilik koperasi sekaligus sebagai pengguna layanan-layanan yang diberikan oleh koperasi menurut Hendar 2010 antara lain adalah 1. Koperasi harus dapat menghasilkan kelebihan yang sama dengan perusahaan pesaingnya. Koperasi harus menjadi pemenang dalam persaingan atau mempunyai keunggulan bersaing competitive advantages dari para pesaingnya. 2. Anggota koperasi harus mampu mempertahankan keunggulan itu dengan cara berpartisispasi aktif pada koperasinya dan mengendalikan manajemen koperasi agar mampu dan bersedia mempromosikan kepentingan para anggota. Jadi untuk menganalisis keunggulan koperasi harus ada tiga pemain yang diperhitungkan, yaitu koperasi itu sendiri cooperative, para anggota atau pelanggan customer/member dan pesaing competitor. Berbagai strategi perusahaan dalam rangka meraih keunggulan berkesinambungan seperti yang diuraikan pada akhirnya akan bermuara pada sejauh mana masing-masing perusahaan memberikan nilai-nilai yang dirasakan pelanggannya. Jika perusahaa mampu menawarkan nilai-nilai yang lebih besar ketimbang nilai-nilai yang ditawarkan perusahaan lain, maka perusahaan itulah yang akan memperoleh keunggulan bersaing. METODE PENELITIAN Penelitian ini tergolong dalam penelitian kuantitatif, dan termasuk field research dengan pendekatan explanatory atau confirmatory, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menguji teori dengan cara menyoroti hubungan antar variabel dengan menggunakan kerangka pemikiran terlebih dahulu, kemudian dirumuskan dalam bentuk hipotesis. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari 2018 sampai Mei 2018, terhadap pengurus, pengawas, manajer, karyawan dan anggota dari 7 koperasi di kota Batu yang telah dipilih secara purposive. Populasi dan Sampel Pengambilan sampel pada penelitian ini memakai metode purposive sampling yang merupakan salah satu teknik sampling non random dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan ciri-ciri Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian sehingga diharapkan dapat menjawab permasalahan penelitian. Ada tujuh koperasi di wilayah kota Batu yang dijadikan lokasi untuk penyebaran angket. Pemilihan ketujuh koperasi ini sebagai sampel penelitian didasarkan pada beberapa pertimbangan peneliti, antara lain yaitu koperasi antara 5-10 tahun; 2. Jumlah anggota yang relatif besar; 3. Jenis usaha yang dilakukan oleh koperasi; akses untuk dimasuki untuk penyebaran angket; 5. Keterbatasan waktu dan dana penelitian. Tabel 2 Koperasi Obyek Penelitian Jl. Raya Dadaprejo 1, Batu Kop. Ikhtiyar Butuhe Urip IBU Jl. Ry. Arjuno Junggo, Batu Sumber data primer yang diolah, 2018 Tabel 3 Distribusi Unit Sampel Kop. Ikhtiyar Butuhe Urip Sumber Data yang diolah, 2018 Ukuran sampel minimal yang diambil menggunakan rumus tabel Yount Arikunto, 2006, dimana populasi sebesar lebih dari responden maka besarnya sampel yang diambil adalah sebesar 3%, seperti yang tercantum pada tabel 3. Operasionalisasi Variabel Dalam analisis data, supaya dapat dihitung, variabel perlu dijabarkan ke dalam konsep empirik dan konsep analisis dalam bentuk indikator-indikator yang terukur. Konsep dan operasional variabel penelitian diuraikan pada gambar 1. Metode Analisis Data Data dikumpulkan dalam pernyataan yang disebar melalui angket. Jawaban setiap item instrument diukur dengan menggunaan skala likert. Selanjutnya item pertanyaan tersebut diuji tingkat validitas dan reliabilitasnya terlebih dahulu. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Metode analisis data yang dipakai adalah analisis jalur path analysis yang bertujuan untuk menguji model yang didukung oleh data, dengan cara membandingkan matriks korelasi teoritis dan matriks korelasi empiris Pedazur, 1982. Jika matriks keduanya relatif sama, maka model dikatakan cocok. Pengujian dilakukan dengan menggunakan koefisien determinasi ganda. Selanjutnya dilakukan uji regresi variabel moderasi untuk mengetahui variabel yang dapat memperkuat atau memperlemah pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Riduwan dan Sunarto, 2011. Proses yang ditempuh dalam analisis data adalah dengan menggambar model jalur, menghitung koefisien regresi pada jalur yang dirumuskan secara parsial dan simultan, kemudian melakukan uji regresi variabel moderasi dengan menggunakan uji interaksi Moderated regression Analysis MRA. HASIL ANALISIS DATA Angket disebar kepada pengurus, pengawas, manajer, karyawan dan anggota dari ketujuh koperasi yang dipilih. Angket yang disebar sebanyak 160 angket pada jumlah sampel yang telah ditentukan. Angket disebar melalui metode offline langsung bertemu responden dan online menyebarkan lewat email dan whatsapp. Dari keseluruhan angket yang disebar, angket yang diisi dan dikembalikan oleh respoden serta dapat diolah adalah sebanyak 133 angket, sedangkan sisanya tidak diisi oleh responden. Dengan demikian dapat diperoleh jumlah prosentase untuk angket yang siap diolah menjadi data adalah sebesar 83%. Berdasarkan jenis kelaminnya, didapatkan responden wanita yang menjawab angket yaitu sebanyak 79 responden atau sebesar 59,4%. Sedangkan responden yang berjenis kelamin pria adalah sebanyak 54 orang atau sebesar 40,6%. Kemudian dari rentang usia, responden yang terjaring memiliki usia kurang dari 20 tahun adalah 0%, kemudian usia 21-30 tahun sebanyak 25 responden atau sebesar 18,8%. Responden yang memiliki rentang usia antara 31-40 tahun adalah sebanyak 57 orang, usia ini adalah rentang usia terbesar dari total responden, yaitu sebesar 42,9%. Selanjutnya diperoleh data mengenai responden yang mempunyai usia berkisar antara 41-50 tahun adalah sebanyak 40 orang atau sebesar 30,1%. Dan terakhir adalah responden yang memiliki usia di atas 50 tahun yaitu sebanyak 11 orang atau sebesar 8,3%. Analisis penggolongan responden berikutnya adalah diklasifikasikan berdasarkan tingkat pendidikannya. Berdasarkan data yang disajikan pada tabel diketahui bahwa, responden pada penelitian ini terbesar adalah lulusan Sarjana S1/S2, yaitu sebanyak 68 responden atau sebesar 51,1% dari total responden. Hal ini mengindikasikan bahwa koperasi sudah dipegang oleh sumber daya manusia yang memiliki ilmu pengetahuan dan pendidikan tinggi. Responden terbesar selanjutnya adalah responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah yaitu SMP/SMA, sebanyak 57 responden atau sebesar 42,9%. Sisanya sebanyak 8 responden atau Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 sebesar 6% memiliki tingkat pendidikan menengah atau setara Diploma 1/2/3. Selanjutnya responden akan dianalisis berdasarkan klasifikasinya berdasarkan posisi responden dalam koperasi yang bersangkutan. Dari data yang diperoleh, posisi terbanyak adalah responden sebagai anggota, dimana ditempati oleh sebanyak 76 orang atau sebesar 57,1% dari total responden. Posisi terbesar selanjutnya adalah responden yang bekerja di koperasi sebagai karyawan yaitu sebanyak 40 orang atau sebesar 30,1%. Posisi karyawan ini ada yang merupakan anggota koperasi itu sendiri, tetapi ada juga yang bukan berasal dari anggota pihak luar koperasi. Jabatan selanjutnya yaitu pengurus yang menjadi responden, yaitu sebanyak 11 orang atau sebesar 8,3%. Dilanjutkan oleh pengawas sebanyak 4 orang atau sebesar 3%, dan terakhir adalah manajer sebanyak 2 orang atau sebesar 1,5%. Deskripsi Tanggapan Responden Angket yang disebarkan, menghasilkan skor tertinggi pada variabel customer focus yang ditunjukkan pada instrument pernyataan tentang kemitraan, dengan total index sebesar 85,26%. Sedangkan total nilai terendah diperoleh pada instrument pernyataan mengenai identifikasi tingkat kepuasan/ ketidakpuasan anggota dengan total index sebesar 61,35%. Hasil ini mengindikasikan bahwa koperasi telah menjalin kemitraan dengan para anggotanya, tetapi koperasi belum melakukan identifikasi terhadap kepuasan atau ketidakpuasan anggotanya dengan baik. Selanjutnya dilakukan penghitungan hasil angket untuk mengukur tanggapan responden mengenai faktor internal yang dimiliki koperasi dengan tujuan untuk melihat seberapa besar kekuatan dan kelemahan koperasi dalam mempertahankan keunggulan bersaingnya. Variabel faktor internal terdiri dari 11 item pernyataan, yang meliputi tentang pengukuran aset berwujud dan aset tidak berwujud, antara lain adalah aset fisik koperasi, aset teknologi yang dimiliki koperasi, aset SDM, aset pemasaran, aset pendidikan dan pengembangan, partisipasi dalam jaringan, birokrasi, trust kepercayaan, reprocity interaksi sesama anggota, kesamaan kepentingan, dan profesionalitas tanggung jawab. Secara statistik frekuensi jawaban responden tersebut dapat digambarkan bahwa, dari 133 responden menghasilkan hasil tertinggi dan terendah pada perhitungan total nilai skornya. Total skor tertinggi diperoleh instrument pertanyaan tentang partisipasi anggota dalam jaringan dengan nilai index sebesar 79,70%. Sedangkan skor terendah ada pada instrument pertanyaan mengenai aset teknologi dengan total index sebesar 59,55%. Hal ini menunjukkan bahwa koperasi memiliki sumber daya tidak berwujud berupa motivasi anggota dalam berkoperasi yaitu keinginan untuk berpartisipasi dalam jaringan, namun koperasi belum didukung dengan pemilikan dan penggunaan aset teknologi yang baik. Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Selanjutnya analisis deskriptif mengenai tanggapan responden terhadap faktor eksternal yang dimiliki koperasi dituangkan pada angket yang terdiri dari 8 item pernyataan untuk mengidentifikasikan faktor peluang dan ancaman yang ada di luar kendali koperasi. Beberapa faktor eksternal yang dituangkan ke dalam angket ini antara lain adalah mengenai pandangan masyarakat umum terhadap koperasi, fasilitas dana dan pendidikan yang diberikan pemerintah, produk dan harga pesaing, kerja sama dengan pihak lain, perubahan teknologi, serta peluang untuk melayani non anggota. Hasil tertinggi ditunjukkan pada instrument pertanyaan dengan total index sebesar 79,25%, tentang pandangan masyarakat pada koperasi, dan hasil terendah ditunjukkan oleh item pertanyaan tentang produk pesaing, dengan total index sebesar 60,90%. Dari hasil tersebut mengindikasikan bahwa masih banyaknya stigma negatif dari masyarakat terhadap koperasi, dan produk pesaing yang dianggap tidak mengancam daya saing koperasi. Analisis deskriptif yang terakhir dilakukan pada item pernyataan variabel daya saing koperasi. Jumlah pernyataan yang disajikan untuk mengukur variabel daya saing ini sebanyak 10 item pernyataan. Tanggapan yang diukur dari responden bertujuan untuk mengetahui kemauan dan kemampuan koperasi dalam rangka melayani anggota, meningkatkan pelayanan, memperbarui produk, melayani pasar non anggota, meningkatkan partisipasi anggota, mempertahankan loyalitas anggota, meningkatkan kepercayaan anggota, dan kemauan anggota merekomendasikan koperasi kepada non anggota. Diketahui bahwa skor tertinggi diperoleh instrument pertanyaan dengan jumlah skor index sebesar 78,80%, tentang pemuasan anggota terlebih dahulu. Sedangkan jumlah skor terendah diperoleh dengan total index sebesar 60,90%, mengenai pembatasan layanan non anggota. Hal ini berarti bahwa sebelum koperasi melakukan ekspansi pasar terhadap non anggota, anggota menghendaki koperasi untuk melayani anggota dengan sebaik-baiknya sehingga pemuasan anggota lebih dulu bisa tercapai. Uji Hipotesis Uji t dilakukan untuk menguji hipotesis pertama, kedua dan ketiga, yaitu untuk menguji ada atau tidaknya pengaruh parsial sendiri yang diberikan variabel independen X terhadap variabel dependen Y. Tabel 4 Ringkasan Hasil Pengujian Hipotesis dengan Uji t Strategi customer focus berpengaruh signifikan terhadap daya saing koperasi Faktor internal berpengaruh signifikan terhadap daya saing koperasi Faktor eksternal berpengaruh signifikan terhadap daya saing koperasi Sumber data primer yang diolah, 2018 Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Uji selanjutnya yang dilakukan adalah uji F, yang bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya pengaruh simultan bersama-sama yang diberikan variabel independen X terhadap variabel dependen Y. Tabel 5 Hasil Uji F a. Predictors Constant, Faktor Eksternal, Customer Focus, Faktor Internal b. Dependent Variable Daya Saing Sumber hasil perhitungan SPSS, 2018 Dari tabel 5 di atas, diketahui output nilai Sig. pengaruh X1, X2, X3 secara simultan terhadap Y adalah sebesar 0,000 F tabel 2,67 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh customer focus X1, faktor internal X2 dan faktor eksternal X3 secara simultan terhadap daya saing Y, dan hasil ini menunjukkan hubungan goodness of fit yang tinggi. Hasil perhitungan koefisien determinasi menghasilkan besarnya nilai R square adalah 0,860, dan ini berarti bahwa pengaruh ketiga variabel dependen customer focus X1, faktor internal X2, dan faktor eksternal X3 secara simultan terhadap variabel daya saing Y adalah sebesar 86,0%, sedangkan sisanya 14,0% dijelaskan oleh sebab lain di luar model ini. Selanjutnya untuk menguji hipotesis keempat dan kelima, maka dilakukan uji moderasi MRA. Dalam uji moderasi ini, ada dua persamaan yang dipakai untuk menguji kuat/lemahnya hubungan ini adalah 1. Y = a + b1x1 2. Y = a + b1x1 + b2x2 + b3x1x2 Dari dua persamaan tersebut nantinya akan dibandingkan hasil yang didapat sebelum ada variabel moderator dan setelah adanya peranan variabel moderator. Persamaan pertama diperoleh hasil Y = 1,183 + 0,699 X1 Hasil persamaan tersebut dapat diinterpretasikan bahwa nilai konstanta a sebesar 1,183 menunjukkan bahwa ketika variabel independen customer focus konstan, maka rata-rata daya saing koperasi adalah sebesar 1,183. Sedangkan koefisien regresi b1 customer focus sebesar 0,699, menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 konstanta pada variabel customer focus akan meningkatkan daya saing koperasi sebesar 0,699. Koefisien ini bernilai positif menunjukkan bahwa semakin baik customer focus yang dilakukan maka akan semakin baik daya saing yang dimiliki oleh koperasi. Hasil Uji Moderasi Variabel Faktor Internal Diperoleh persamaan regresi Y = -4,890 + 1,843X1 + 2,363X2 -0,489X1X2 Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Yang artinya adalah nilai konstanta a sebesar -4,890 dengan nilai negatif pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa jika variabel faktor internal dihilangkan, maka ada kecenderungan nilai daya saing koperasi mengalami penurunan sebesar -4,890. Sedangkan koefisien regresi b1 sebesar 1,843 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 konstanta pada variabel customer focus akan meningkatkan daya saing koperasi sebesar 1,843. Koefisien ini bernilai positif menunjukkan bahwa semakin baik customer focus yang dilakukan maka akan semakin baik daya saing yang dimiliki oleh koperasi. Koefisien regresi b2 sebesar 2,363 artinya bahwa setiap kenaikan 1 konstanta variabel faktor internal akan meningkatkan daya saing koperasi sebesar 2,363. Koefisien regresi b3 bernilai negatif, yaitu -0,489 menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 konstanta variabel faktor internal, maka akan menurunkan daya saing koperasi sebesar 0,489. Hasil Uji Moderasi Variabel Faktor Eksternal Diperoleh persamaan regresi Y = -1,384 + 1,206X1 + 0,988X2 -0,211X1X2 Yang artinya adalah nilai konstanta a sebesar -1,384 dengan nilai negatif pada persamaan tersebut menunjukkan bahwa jika variabel faktor eksternal dihilangkan, maka ada kecenderungan nilai daya saing koperasi mengalami penurunan sebesar -1,384. Sedangkan koefisien regresi b1 sebesar 1,206 menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 konstanta pada variabel customer focus akan meningkatkan daya saing koperasi sebesar 1,206. Koefisien regresi b2 sebesar 0,988 artinya bahwa setiap kenaikan 1 konstanta variabel faktor eksternal akan meningkatkan daya saing koperasi sebesar 0,988. Koefisien regresi b3 bernilai negatif, yaitu -0,211 menunjukkan bahwa setiap penurunan 1 konstanta variabel faktor eksternal, maka akan menurunkan daya saing koperasi sebesar 0,211. PEMBAHASAN Interpretasi Pengaruh Customer Focus terhadap Daya Saing Berdasarkan hasil pengujian pada bab sebelumnya, diperoleh output H1 diterima, bahwa terdapat pengaruh positif pelaksanaan customer focus terhadap peningkatan daya saing koperasi. Hasil pengujian menunjukkan pelaksanaan customer focus secara parsial sendiri memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing koperasi sebesar 31,7%. Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa melaksanakan strategi fokus kepada pelanggan mampu memberi tambahan peningkatan daya saing terhadap organisasi. Interpretasi Pengaruh Faktor Internal terhadap Daya Saing Pengujian hipotesis kedua H2 menyimpulkan bahwa H2 diterima yaitu terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel faktor internal terhadap daya saing koperasi. Hasil perhitungan yang didapatkan menunjukkan besar pengaruh yang diberikan faktor internal secara parsial pada peningkatan daya saing koperasi adalah sebesar 58,8%. Hasil tersebut menguatkan hasil penelitian terdahulu, bahwa analisis lingkungan internal berpengaruh positif terhadap strategi bersaing, dan strategi bersaing memiliki hubungan positif dengan kinerja perusahaan. Beal, Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Reginald M, 2000. Analisis lingkungan internal dapat dipakai sebagai strategi pertumbuhan pada perusahaan kecil dan menengah dan menjadi faktor kunci untuk mempertahankan keunggulan kompetitif Karami, 2008. Interpretasi Pengaruh Faktor Eksternal terhadap Daya Saing Pengujian hipotesis ketiga H3 menghasilkan kesimpulan bahwa variabel faktor eksternal tidak berpengaruh secara langsung terhadap daya saing koperasi, sehingga H3 yang ditawarkan dinyatakan ditolak. Perhitungan statistik menghasilkan bahwa variabel faktor eksternal dalam penelitian ini hanya menyumbang pengaruhnya sebesar 7,2% terhadap peningkatan daya saing koperasi dan tergolong pada pengaruh yang tidak signifikan. Hal ini sesuai dengan hasil yang diperoleh pada penelitian Khikmah & Wibisono, 2012 yang menyatakan bahwa baik faktor internal maupun eksternal tidak berpengaruh terhadap perkembangan usaha koperasi. Namun berbanding terbalik dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Kraja & Osmani 2015, yang menemukan bahwa lingkungan eksternal memiliki dampak yang lebih besar daripada lingkungan internal terhadap keberhasilan UMKM. Interpretasi Pengaruh Customer Focus terhadap Daya Saing dimoderasi Faktor Internal Dari hasil output perhitungan diperoleh temuan bahwa ketiga variabel secara simultan bersama-sama memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing sebesar 86,0%, sedangkan sisanya sebesar 14,0% dipengaruhi oleh sebab lain di luar model ini. Sedangkan hasil koefisien determinasi pengaruh variabel customer focus terhadap daya saing sebelum adanya variabel moderasi adalah sebesar 73,5%, dan setelah dimoderasi oleh variabel faktor internal, besarnya pengaruh customer focus terhadap daya saing koperasi mengalami kenaikan sebesar 20,1% menjadi 93,6%. Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan pengaruh akibat adanya interaksi faktor internal pada pelaksanaan strategi customer focus. Interpretasi Pengaruh Customer Focus terhadap Daya Saing dimoderasi Faktor Eksternal Pengujian yang dilakukan pada bab sebelumnya diperoleh output bahwa adanya interaksi yang diberikan oleh faktor eksternal, dapat menaikkan besarnya kontribusi yang diberikan customer focus terhadap daya saing koperasi. Sebelum dimoderasi oleh faktor eksternal, besarnya koefisien pengaruhnya sebesar 73,5% dan setelah dimoderasi meningkat sebesar 6,7% menjadi 80,2%. Karena pemberian variabel faktor eksternal dapat meningkatkan pengaruh customer focus terhadap peningkatan daya saing dan hasilnya signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa variabel faktor eksternal merupakan variabel moderating, sehingga H5 diterima. SIMPULAN DAN SARAN Strategi customer focus berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan daya saing koperasi secara parsial maupun simultan. Hal ini berarti koperasi mampu memberi tambahan peningkatan daya saing terhadap organisasi dengan melakukan strategi customer focus kepada anggotanya,. Inti praktek customer focus adalah dengan memenuhi Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 kebutuhan para anggota dan berkembang bersama-sama anggota. Strategi customer focus yang bisa dijalankan oleh koperasi antara lain adalah dengan cara menjalin kemitraan dengan para anggotanya, melaksanakan kontak langsung dengan para anggota dan melibatkan anggota dalam penyusunan program kerja koperasi. Faktor internal berpengaruh secara signifikan baik secara parsial maupun simultan terhadap peningkatan daya saing koperasi. Faktor internal yang dimiliki koperasi ini terdiri dari sumber daya berwujud tangible asset dan sumber daya tidak berwujud intangible asset yang berperan dalam mempertahankan loyalitas anggota dalam berkoperasi. Anggota koperasi mempertahankan keanggotaannya untuk menjadi bagian dari koperasi dikarenakan oleh adanya faktor yaitu adanya kesempatan bagi anggota untuk berpartisipasi aktif dalam koperasi, koperasi menyediakan akses pemasaran yang digunakan untuk pengembangan usaha anggotanya, dan koperasi didukung oleh pengurus, manajer, dan karyawan yang handal dalam melaksanakan tugasnya. Dalam penelitian ini, faktor eksternal tidak berpengaruh secara signifikan terhadap peningkatan daya saing koperasi. Hal ini mengindikasikan bahwa stigma negatif terhadap koperasi dari masyarakat masih sangat berpengaruh, sehingga koperasi tidak banyak diminati oleh masyarakat sekitar. Selain itu koperasi juga belum memiliki kesadaran untuk memindai lingkungan eksternalnya dengan baik. Manajerial koperasi belum mampu merespon keadaan dan situasi di luar koperasinya untuk mengenali ancaman dan peluang yang ada. Sehingga dapat disimpulkan, faktor eksternal terbesar yang menghambat daya saing koperasi adalah stigma negatif dari masyarakat mengenai koperasi, faktor produk pesaing, harga pesaing, dan peluang untuk memberikan pelayanan pada non anggota. Dibutuhkan skill manajerial untuk merubah faktor-faktor eksternal yang tidak mendukung perkembangan daya saing tersebut menjadi sebuah peluang yang dapat dipakai untuk meraih keuntungan. Temuan selanjutnya dalam penelitian ini adalah memutuskan bahwa variabel faktor internal adalah variabel moderating yang berperan menambah kontribusi pada peningkatan daya saing koperasi. Dari hasil perhitungan dan pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat kecenderungan peningkatan pengaruh pada daya saing koperasi akibat adanya interaksi faktor internal pada pelaksanaan strategi customer focus. Bahwa pelaksanaan customer focus semakin baik apabila koperasi mampu mengidentifikasi dan mengelola aset tangible dan aset intangible yang dimilikinya dengan baik pula. Selanjutnya dapat disimpulkan pula bahwa variabel faktor eksternal juga merupakan variabel moderating. Dengan adanya interaksi dari faktor eksternal, pengaruh customer focus terhadap daya saing koperasi semakin meningkat. Meskipun faktor eksternal berada di luar kendali perusahaan, tetapi faktor eksternal sedikit banyak mempengaruhi perusahaan dalam mengidentifikasi kondisi di sekitar perusahaan yang bisa dijadikan sebagai peluang dalam penentuan strateginya. Pelaksanaan customer focus semakin baik apabila manajerial koperasi mampu menganalisis dan Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 mengelola faktor eksternalnya dengan baik pula, sehingga dapat merubah suatu ancaman menjadi peluang yang menguntungkan koperasi. Penelitian ini hanya mengambil koperasi yang jenis usahanya adalah koperasi produksi, konsumsi dan serba usaha. Sehingga hasil yang didapatkan masih sangat umum dan tidak dapat dipakai untuk koperasi yang bergerak pada usaha jasa simpan pinjam. Sehingga disarankan untuk penelitian yang akan datang untuk mempertimbangkan penggolongan koperasi berdasarkan jenis usahanya. DAFTAR PUSTAKA Agbim. Kenneth Chukwujioke, Godday Orziemgbe Oriarewo, Tor Aondoaver Zever, 2014, Impact of Business Environmental Scanning Behaviour on the entrepreneurial Performance of Micropreneurs A Conceptual Framework, European Journal of Business and Management ISSN 2222-1905 Paper ISSN 2222-2839 Online, 2014 Agustin, Marina Fransisca, 2013, Analisis Kepuasan Anggota terhadap pelayanan KSU Tandangsari, Students e-journal, Vol,2, Amirullah, 2015, Metode Penelitian Manajemen, Penerbit. Bayumedia Publishing Malang Arikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta Barney. Jay B, 1991, Firm Resources and Sustained Competitive Advantage, Journal of Management, 171 99-120 Beal, Reginald M., 2000, Competing Effectively Environmental Scanning, Competitive Strategy, And Organizational Performance in Small Manufacturing Firm, Journal Of Small Business Management Bisungo. Maurice, Kimani Chege, Douglas Musiega, 2014, Effects of Competitive Strategies Adopted By Farmers’ Cooperatives on Performance in Butere Sub-County, Kenya, International Journal of Business and Management Invention, ISSN Online 2319 – 8028, ISSN Print 2319 – 801X, Volume 3 Issue 5ǁ May. 2014 ǁ Bullen, P and Jenny Onyx, 2000, Measuring social capital in five communities, Journal of Applied Behavioral Science, vol. 36 no. 1, pp. 23-42. David, Fred R, 2009, Strategic Management Manajemen Strategis Konsep, Jakarta, Salemba Empat David. Fred R, 2016, Manajemen Strategik Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing, edisi 15, Salemba Empat. Eliyawati, W., Sutjipta, N., Putra IG Setiawan Adi, 2016, Kualitas Pelayanan dan Tingkat Kepuasan Anggota Koperasi Unit Desa Suraberata Kecamatan Selemadeg Barat, Jurnal Manajemen Agribisnis, Vol. 4, No. 1, Mei, ISSN 2355-0759 Gemima. Dwi, Samsuri, Indra Cahya Kusuma, 2013, Keunggulan Bersaing Koperasi Berkaitan Dengan Penerapan Intellectual Capital, Manajemen Keanggotaan Dan Partisipasi Anggota, Jurnal Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Manajemen dan Kewirausahaan, Vol. 15, No. 2, September 2013, 191-204 Doi ISSN 1411-1438 Goetsch, D. L., dan Davis, S., 1994, Introduction to Total Quality Quality, Productivity, Competitiveness, Englewood Cliffs Prentice Hall International, Inc Gunawan. Dedi Septiadi, Taher Alhabsji, Kusdi Rahardjo, Analisis Lingkungan Eksternal Dan Internal Dalam Menyusun Strategi Perusahaan, Studi Perencanaan Strategi Komoditi Kelapa Sawit Pada PT. Perkebunan Nusantara III Persero, Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang Hanel, Alfred. 1989. Organisasi Koperasi, Pokok-pokok Pikiran Mengenai. Organisasi Koperasi di Negara-negara Berkembang. Yogyakarta Mida Pustaka. Hariadi, B., 2005, Strategi Manajemen Strategi memenangkan Perang Bisnis, Bayumedia Publishing, Jawa Timur. Hasmi. Muhammad Abu Hassan Asaari, Noorliza Karia, Sahrudeen Kassim, Sofri Yahya, 2004, Business Performance of Small Medium Enterprise Strategic Planning and Customer Focus, Information Technology and Organizations in the 21 st Century 114 Hendar, 2010, Manajemen Perusahaan Koperasi, Pokok-Pokok Pikiran Mengenai Manajemen Dan Kewirausahaan Koperasi, Erlangga Karami. Azhdar, 2008, An Investigation On Environmental Scanning And Growth Strategy In High Tech Small And Medium Sized Enterprises, High Technology Small Firms Conference, 21 – 23 May 2008, University of Twente, The Netherlands Khikmah. Siti Noor, Arif Fajar Wibisono, 2012, Pengaruh Faktor Internal Dan Eksternal Terhadap Perkembangan Usaha Koperasi Di Kota Magelang, Penelitian Dosen pemula, Universitas Muhammadiyah Magelang Kraja. Ylvije Borici, Elez Osmani, 2015, Importance Of External And Internal Environment In Creation Of Competitive Advantage To Smes. Case Of Smes, In The Northern Region Of Albania, European Scientific Journal ESJ, ISSN 1857-7431, Kotler, Philip., Keller, Kevin L, 2013, Manajemen Pemasaran, Jilid Kedua, Jakarta Erlangga Lindstad, Olav, 1990, Cooperatives as Tools for Development, makalah dalam makalah dalam Seminar Bank Dunia mengenai ”Donor Support for the Promotion of Rural Cooperatives in Developing Countries Special Emphasis SubSaharan Africa”, Januari 16-17, Washington, the World Bank. Limakrisna, Nandan dan Wilhelmus Hary Susilo, 2012, Manajemen Pemasaran Teori dan Aplikasi dalam Bisnis, Jakarta Mitra Wacana Media Munkner. Hans H, 1987, Hukum Koperasi, Bandung Alumni Parwati. Cyrilla Indri, Inneuke Rose Wijayanti, 2013, Penentuan Faktor Internal Dan Eksternal Dalam Rangka Strategi Pemasaran Guna Volume 3 Nomor 2 September 2018 Mag ister Manajemen Pascasarjana Universitas Islam Malang p-ISSN 2541-6030 e-ISSN 2621-6957 Meningkatkan Daya Saing, Institut Sains & Teknologi AKPRINDO Yogyakarta Pedhazur, 1982, Multiple Regression in Behavioral Research Explanation and Prediction by Elazar J. on Poerwandari, K, 1998, Pendekatan Kualitatif dalam Penelitian Sosial. Jakarta LPSP3-UI Porter E. Michael, 1993, Keunggulan Bersaing , Jakarta, Erlangga Purba. Tiurniari., Heryenzus, 2018, Analisis Gagalnya Koperasi Di Kota Batam,. Jurnal Akuntansi Barelang, [ vol. 2, n. 1, p. 174-195, Januari ISSN 2580-5118. Riduwan & Sunarto, 2011. Pengantar Statistika untuk Penelitian Pendidikan, Sosial, Ekonomi, Komunikasi, dan Bisnis, Bandung Cetakan ke 4, Alfabeta. Rusidi, 1986, Teknik Penelitian Sosial, Universitas. Padjadjaran Bandung Ropke, Jochen, 2000, Ekonomi Koperasi Teori dan Manajemen, terjemahan oleh Sri Djatnika, Salemba Empat, Jakarta Soedirman. 2006, Evaluasi Kinerja Koperasi. Jakarta Rineka Cipta. Striteska. Michaela, Lucie Jelinkova, 2105, Strategic Performance Management with Focus on the Customer, Procedia - Social and Behavioral Sciences 210 2015 66 – 76 Sugiyono, 2009, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, Bandung Alfabeta Suharsimi. Arikunto, 1993, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Jakarta Rineka Cipta Suliyanto, 2009, Analisis Regresi dengan variabel moderating, slideshare Suprayitno. Bambang, 2007, Kritik Terhadap Koperasi Serta Solusinya Sebagai Media Pendorong Pertumbuhan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah, Jurnal Ekonomi & Pendidikan, Volume 4, Nomor 2, November 2007 Suryana, 2010, Metodologi Penelitian Model Praktis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif, Buku Ajar Perkuliahan, Universitas Pendidikan Indonesia Tambunan, 2010, KADIN Indonesia, Ukuran Daya Saing Koperasi Dan UKM, Pusat Studi Industri dan UKM, Universitas Trisakti, Kadin Indonesia Wang, Yonggui dan Hing Po Lo, 2004, An Integrated Framework for Customer value and customer relationship management performance a customer based perspective from China, managing Service Quality An International Journal, emeraldinsight 2017, Data Jumlah Koperasi Se-Jawa Timur Perencanaan Strategis pada Perusahaan Entrepreneurial Dalam Menghadapi Ketidakpastian Lingkungan Bisnis Eksternal, Research Paper Blue Ocean Strategy dalam Koperasi Yulian Anita Lukman BagaNimmi ZulbainarniPenelitian ini bertujuan untuk merumuskan strategi pengembangan Koperasi Kumindag yang pada tahun 2015-2019 hanya unit usaha simpan pinjam yang berkembang, sementara itu sejak tahun 2020 diketahui telah diterbitkan peraturan-peraturan baru yang memberikan kemungkinan manfaat lebih banyak bagi koperasi. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pengumpulan data pada Januari-Juni 2021 dengan purposive sampling dan dianalisis menggunakan analisis deskriptif, formulasi strategi menggunakan matriks IFE dan EFE serta SWOT. Dari hasil penelitian diketahui bahwa Koperasi Kumindag berada pada kuadran IV tumbuh dan kembangkan, yang kemudian menjadi dasar untuk penyusunan program dan kegiatan Koperasi, dan disusun menjadi arsitektur strategik Koperasi dengan mempertimbangkan industry foresight. Hasil penelitian dapat diteliti lebih lanjut untuk formulasi dan implementasi strategi yang lebih terinci agar dapat diterapkan kepada Koperasi Kumindag melalui pengurus aktif. Kata kunci koperasi, strategi, pengembangan, SWOT, arsitektur strategikDwi GeminaSamsuriIndra Cahya KusumaThe objectives of this study were to determine intellectual capital application, membership management and member participation effects in Cooperative competitive advantage. Questionnaires were distributed to 208 respondents. The Successive Intervals method was used in order to convert ordinal scale of measurement to be interval measurement level. The Research model was a path analysis and the results of this study showed that the intellectual capital, membership management and member participation simultaneously and partially affected competitive M. BealEnvironmental scanning is generally viewed by strategic management scholars as a prerequisite for formulating effective business strategies. Moreover, effective scanning of the environment is seen as necessary to the successful alignment of competitive strategies with environmental requirements and the achievement of outstanding performance. This study of small manufacturing firms competing in a wide variety of industries examines the effect of the frequency and scope of environmental scanning on environment-competitive strategy alignment. Results suggest that obtaining information on several aspects of specific environmental sectors for example, customers, competitors, suppliers facilitates alignment between some competitive strategies and environments that is, industry life cycle stages whereas the frequency of scanning has no effect on such alignments. Jenny OnyxPaul BullenThis article develops an empirically grounded definition of social capital. Drawing on the work of Coleman and Putnam and others, the article discusses social capital in terms of participation in networks, reciprocity, trust, social norms, the commons, and social agency. Potential items to measure these elements were developed in an empirical study. A questionnaire containing 68 potential items was administered to approximately 1,200 adults in five Australian communities two rural communities, two outer metropolitan areas, and one inner-city area of Sydney. The responses were subjected to extensive statistical analysis involving a hierarchical factor analysis, which identified a single general underlying factor and eight orthogonal specific factors, accounting for 49% of the variance. Three of the specific factors identified were community participation, agency, and trust. The five communities differed significantly in terms of the general and specific factors. Jay B. BarneyUnderstanding sources of sustained competitive advantage has become a major area of research in strategic management. Building on the assumptions that strategic resources are heterogeneously distributed across firms and that these differences are stable overtime this article examines the link between firm resources and sustained competitive advantage. Four empirical indicators of the potential of firm resources to generate sustained competitive advantage—value, rareness, imitability, and substitutability—are discussed. The model is applied by analyzing the potential of several firm resources for generating sustained competitive advantages. The article concludes by examining implications of this firm resource model of sustained competitive advantage for other business FROM AUTHORImpact of Business Environmental Scanning Behaviour on the entrepreneurial Performance of Micropreneurs A Conceptual FrameworkDaftar Pustaka AgbimGodday Kenneth ChukwujiokeTor Aondoaver Orziemgbe OriarewoZeverDAFTAR PUSTAKA Agbim. Kenneth Chukwujioke, Godday Orziemgbe Oriarewo, Tor Aondoaver Zever, 2014, Impact of Business Environmental Scanning Behaviour on the entrepreneurial Performance of Micropreneurs A Conceptual Framework, European Journal of Business and Management ISSN 2222-1905 Paper ISSN 2222-2839 Online, 2014Analisis Kepuasan Anggota terhadap pelayanan KSU TandangsariMarina AgustinFransiscaAgustin, Marina Fransisca, 2013, Analisis Kepuasan Anggota terhadap pelayanan KSU Tandangsari, Students e-journal, Vol,2, Penelitian Manajemen, PenerbitAmirullahAmirullah, 2015, Metode Penelitian Manajemen, Penerbit. Bayumedia Publishing MalangProsedur Penelitian Suatu Pendekatan PraktekS ArikuntoArikunto, S., 2006, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, JakartaStrategic Management Manajemen Strategis KonsepFred R DavidDavid, Fred R, 2009, Strategic Management Manajemen Strategis Konsep, Jakarta, Salemba Empat David. Fred R, 2016, Manajemen Strategik Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing, edisi 15, Salemba Empat. ArticleAbstractKoperasi Rejo Tani is an Arabica coffee agroindustry located in Sumberwringin District, Bondowoso Regency. Arabica coffee has great potential to be developed due to agroindustrial raw materials. The great potential of coffee agroindustry Arabica began to be realized by various parties so that competition will increase. Koperasi Rejo Tani must have a strategy in maintaining its competitiveness. Assessment Competitiveness uses the Diamond Porter Model approach and scoring method. The results of the assessment of agroindustry competitiveness are factor condition index index value 3,842 with high predicate, demand factor dimension index value 4,129 with high predicate,value indexof related and supporting industry dimensions 2,365 with low predicate, index valueindex of strategic dimension, structure , and competition 3,337 with moderate predicate,dimension index value opportunity 3,476 with high predicate, and government role dimension index value 3,503. While the results of a comprehensive competitiveness assessment with a composite index value with a high predicate. Then formulate a strategy to improve competitiveness using the method Analytical Network Process ANP. Alternative strategies are obtained by conducting indept interviews with experts based on the results of competitiveness assessment. Based on the results of calculations using the ANP method of alternative priorities with theweight highest, namely developing clusters Arabica coffee agroindustry with a weight of full-text available To read the full-text of this research, you can request a copy directly from the has not been able to resolve any citations for this has not been able to resolve any references for this publication. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan, kinerja, dan daya saing komparatif Koperasi Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Data yang digunakan adalah data keragaan koperasi yang bersumber dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta data ekonomi makro yang bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, proyeksi tren, Tipologi Klassen, dan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional IPEKR statis dan dinamis. Hasil analisis menunjukkan perkembangan jumlah koperasi aktif meningkat secara absolut, namun secara persentase menurun. Sebagian besar koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan, dan tidak memiliki manajer. Modal dan volume usaha terus mengalami peningkatan. Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto PDB masih relatif rendah. Kinerja koperasi mengalami peningkatan setiap tahunnya yang mengindikasikan terjadi peningkatan kesejahteraan anggota koperasi. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for free 71 ANALISIS PERKEMBANGAN, KINERJA, DAN DAYA SAING KOPERASI INDONESIA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI Lestari Agusalim1, Muhamad Karim2, Yaddarabullah3 1lestariagusalim 2karimlaode1971 3yaddarabullah 123Universitas Trilogi ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perkembangan, kinerja, dan daya saing komparatif Koperasi Indonesia dalam pembangunan ekonomi. Data yang digunakan adalah data keragaan koperasi yang bersumber dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, serta data ekonomi makro yang bersumber dari Badan Pusat Statistik BPS Indonesia. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, proyeksi tren, Tipologi Klassen, dan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional IPEKR statis dan dinamis. Hasil analisis menunjukkan perkembangan jumlah koperasi aktif meningkat secara absolut, namun secara persentase menurun. Sebagian besar koperasi tidak melaksanakan rapat anggota tahunan, dan tidak memiliki manajer. Modal dan volume usaha terus mengalami peningkatan. Kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto PDB masih relatif rendah. Kinerja koperasi mengalami peningkatan setiap tahunnya yang mengindikasikan terjadi peningkatan kesejahteraan anggota koperasi. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Kata Kunci Koperasi Indonesia, Sistem Ekonomi Pancasila, Ekonomi Rakyat, Daya Saing, Pembangunan Ekonomi ABSTRACT This study aims to analyze the progress, performance, and comparative competitiveness of Indonesia Cooperative in economic development. The data used are cooperative and macro economy data which taken from the Ministry of Cooperative and Small and Medium Enterprises, and BPS-Statistics Indonesia. Analytical methods used are descriptive method, trend projection, Klassen Typology, static and dynamic Regional Cooperative Economic Performance Index RCEPI. The results show that the number of active cooperatives is increasing in nominal, but it decreased in percentage. Most of the cooperatives do not conduct the annual members meeting, and do not have any manager. The capital and business volume keep increasing. The contribution of cooperatives to Gross Domestic Product GDP is relatively still low. The performance of cooperative increases every year which indicates that there is an increasing of members’ welfare. The provinces that have the highest comparative competitiveness are West Kalimantan, East Java, and East Nusa Tenggara. Meanwhile the lowest are North Sulawesi, Riau Islands, and East Kalimantan. Keywords Indonesia Cooperative, Pancasila Economic System, People’s Economy, Competitiveness, Economic Development PENDAHULUAN Konstitusi Indonesia telah mengatur perekonomian nasional yang tertera dalam Undang-Undang Dasar UUD 1945 Pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam penjelasannya dipertegas bahwa bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi. Berdasarkan landasan tersebut, lahirlah UU No. 12/1967 yang kemudian direvisi menjadi UU No. 25/1992, tentang Perkoperasian.Dalam UU No. 25/1992, disebutkan bahwa koperasi didefinisikan sebagai badan usaha yang beranggotakan orang-seorang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Kehadiran Koperasi Indonesia tujuan adalah untuk memajukan kesejahteraan anggota pada khususnya dan masyarakat pada 72 umumnya serta ikut membangun tatanan perekonomian Nasional dalam rangka mewujudkan masyarakat yang maju, adil, dan makmur berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Koperasi merupakan salah satu pelaku ekonomi sektor formal selain Badan Usaha milik Negara BUMN, dan Badan Usaha Milik Swasta BUMS yang bersama-sama berperan penting dalam mendorong pembangunan ekonomi. Menurut Tjakrawerdaja et al., 2017 dalam buku Sistem Ekonomi Pancasila, peran ketiga pelaku ekonomi telah diharmonisasikan melalui pola tata peran pelaku ekonomi PPTPE agar dapat bersaing sehat. Sektor usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan dapat dikerjakan orang banyak ekonomi rakyat haruslah dilaksanakan oleh koperasi. Selanjutnya, sektor usaha strategis dan menguasai hajat hidup orang banyak hanya dapat dilaksanakan oleh BUMN karena menyangkut modal besar dan teknologi tinggi sehingga tidak dapat dikerjakan oleh usaha kecil, dilaksanakan hanya oleh BUMN. Rujukannya adalah Pasal 33 ayat 2. Tujuannya adalah untuk menjadi stabilitas dan mewujudkan pemerataan ekonomi nasional. Terakhir, sektor usaha di luar cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak dapat dikerjakan oleh swasta. Swasta berperan utama untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan pemerataan kesempatan kerja. Di samping itu, perusahaan swasta diharapkan juga dapat menciptakan efisiensi dan keunggulan daya saing perekonomian nasional. Dalam praktiknya, ketiga pelaku ekonomi tersebut dapat melakukan kemitraan yang setara yang berbasis pada asas kekeluargaan. Dengan kemitraan tersebut akan dapat mengoptimalkan dinamika relasi dan interelasi antar pelaku ekonomi sehingga terwujud pasar yang berkeadilan. Kemitraan ini dicirikan dengan, 1 pembagian peran antarpelaku ekonomi harus saling mendukung dan terpadu guna terwujudnya peningkatan produktivitas dan efisiensi nasional, 2 adanya dinamika berupa kompetisi antarpelaku ekonomi, namun bukan untuk saling mengalahkan dan mematikan, tetapi justru dimaksudkan untuk memberikan tingkat pelayanan yang terbaik bagi masyarakat luas, 3 adanya fleksibilitas dalam mengakomodasikan berbagai perubahan lingkungan ekonomi. Berdasarkan Gambar 1, apabila diamati, Swasta memberikan kontribusi terbesar terhadap PDB Indonesia, disusul oleh BUMN. Koperasi berada pada urutan terakhir dengan kontribusi terhadap Produk Domestik Bruto PDB Atas Dasar Harga Berlaku ADHB yang masih relatif kecil di bawah 5 persen dibanding pelaku ekonomi lainnya. Kontribusi koperasi terhadap PDB cenderung stagnan. Bahkan, menurut Retnowati 2009 keberadaan koperasi sebagai gerakan ekonomi rakyat pun makin sering dilupakan. Di antara ketiga pelaku usaha tersebut koperasi merupakan pelaku usaha yang paling lemah. Kenyataan ini adalah suatu ironi dan kontradiktif dengan harapan Hatta 1978 yang menyatakan bahwa koperasi adalah alat yang efektif untuk membangun ekonomi rakyat yang terbelakang. Nampaknya, koperasi sebagai ekonomi perjuangan yang disebutkan oleh Swasono 1983 untuk merealisasikan cita-cita kemerdekaan, yakni tercapai Negara Indonesia yang benar-benar merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur masih jauh dari yang diharapkan. Menurut Sugiharsono 2009 rendahnya peran koperasi menyebabkan masyarakat enggan membicarakan mengenai eksistensi koperasi, apalagi menyangkutpautkannya dengan masalah perekonomian nasional. Aref 2011 menemukan bahwa bahwa masyarakat terutama dipedesaan memiliki persepsi negatif terhadap kontribusi koperasi dalam mengurani kemiskinan. Dibalik kecilnya peran koperasi secara nasional, sejak awal sejatinya Koperasi Indonesia diperkenalkan dan diarahkan untuk berpihak kepada kepentingan ekonomi rakyat yang dikenal sebagai pelaku usaha kecil mikro golongan ekonomi lemah Rohcmadi, 2011. Pelaku usaha ini tidak mungkin dapat bersaingan dengan pelaku usaha lain seperti Firma, CV, dan PT karena tidak efisien Sugiharsono, 2009. Inefisiensi ini disebabkan oleh skala ekonomi yang kecil. Dengan adanya koperasi, pelaku usaha kecil mikro dapat berkumpul dan berkolaborasi sehingga memperbesar skala ekonomi, mampu menciptakan efisiensi, dan peningkatan produktivitas sehingga dapat bersaing sehat dengan pelaku usaha lainnya. Dalam koperasi, para pelaku usaha kecil ini menjadi satu kesatuan ekonomi yang solid dan kuat yang pada gilirannya menjadi lembaga ekonomi rakyat. Dengan demikian, koperasi dapat menjadi soko guru ekonomi rakyat dan sesuai dengan semangat tujuan pembentukan pemerintahan dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu untuk memajukan kesejahteraan masyarakat umum. 0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%100%2009 2010 2011 2012 2013 2014BUMS BUMN KoperasiSumber Kemenkop & UKM, Kementerian BUMN, Kemenko Perekonomian, BPS-Indonesia diolah Gambar 1. Kontribusi Pelaku Usaha Sektor Formal Terhadap PDB ADHB di Indonesia Sukidjo 2008 menyatakan bahwa Koperasi Indonesia merupakan agen pembangunan untuk pengentasan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan berperan untuk menyebarluaskan jiwa dan semangat koperasi untuk dapat dikembangkan pada perusahaan swasta dan negara. Hal serupa dinyatakan oleh Verhofstadt dan Maertens 2015 dan Bharadwaj 2012 bahwa koperasi dapat menjadi lembaga yang efektif dalam memutus lingkaran setan kemiskinan terutama di pedesaan. Smith dan Rothbaum 2013 menambahkan bahwa koperasi mampu menciptakan lapangan pekerjaan, mengatasi ketimpangan sosial ekonomi, peningkatan kualitas pendidikan sumber daya manusia, dan mampu melakukan inovasi sehingga berdampak terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing nasional. Berdasarkan pemikiran tersebut, perlu dilakukan analisis untuk memahami lebih mendalam perkembangan Koperasi Indonesia terutama pada era reformasi yang terdiri dari jumlah dan anggota koperasi, rapat anggota tahunan, manajer dan karyawan, modal usaha dan volume usaha. Selain itu, perlu dianalisis kinerja koperasi dalam menyejahterakan anggotanya. Terakhir, mengukur daya saing komparatif koperasi menurut provinsi. METODE PENELITIAN Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang bersumber dari Kemenkop & UKM dan BPS. Data yang digunakan adalah data keragaan koperasi tahun 2000-2015, Produk Domestik Regional Bruto PDRB Atas Dasar Harga Kontan ADHK tahun 2010-2017, dan PDB 2000-2017. Berdasarkan publikasi keragaan koperasi yang diperoleh dari situs Kemenkop & UKM hanya terdapat data dari tahun 2000 hingga tahun 2015. Untuk analisis tahun 2016 dan 2017 digunakan analisis proyeksi tren sesuai dengan pola perkembangan data yang dianalisis. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif digunakan untuk meneliti masalah dan fenomena yang bersifat aktual pada saat penelitian dilakukan. Dalam penelitian ini dilakukan analisis deskriptif perkembangan dan kinerja Koperasi Indonesia selama periode tahun 2000-2017. Sedangkan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis daya saing keunggulan komparatif koperasi di Indonesia dengan menggunakan metode Tipologi Klassen dan Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional IPEKR statis dan dinamis dengan periode penelitian selama tahun 2011-2015. Dalam penelitian ini Tipologi Klassen membagi daerah berdasarkan dua indikator utama, yaitu pertumbuhan volume usaha koperasi regional dan volume usaha per koperasi regional. Melalui analisis 74 ini diperoleh empat karakteristik pola dan struktur pertumbuhan ekonomi koperasi yang berbeda, yaitu daerah cepat-maju dan cepat-tumbuh, daerah maju tapi tertekan, daerah berkembang cepat, dan daerah relatif tertinggal. Dimodifikasi dari Sudirman 2018, Haryadi dan Julyana 2017, Mahardiki dan Santoso 2013, serta Sari dan Mujiono 2013. IPEKR menjelaskan bagaimana kemampuan relatif ekonomi koperasi secara regional terhadap nasional dengan ekonomi regional terhadap nasional. Dalam penelitian ini IPEKR dibagi menjadi dua, yaitu IPEKR statis IPEKRS dan IPEKR dinamis IPEKRD. Pendekatan analisis berdasarkan IPEKR tersebut diadopsi, dimodifikasi, dan dikembangkan dari penelitian yang dilakukan oleh Sasongko 2017, Ramly 2013 dan Situmorang 2008. Secara metode, IPEKRS adalah perbandingan antara rasio nilai ekonomi koperasi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai ukuran ekonomi koperasi terhadap rasio ekonomi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai ukuran ekonomi. Persamaan metode IPEKRS sebagai berikut     ………………………………………………… 1  adalah rata-rata volume usaha koperasi regional,  adalah rata-rata volume usaha koperasi nasional. Volume usaha koperasi dipakai sebagai indikator ekonomi, karena secara empirik volume usaha mencerminkan kemampuan koperasi dalam bisnis dan ekonomi. Nilai ukuran ekonomi koperasi regional UEKR selalu di antara nol dan satu 0 1 maka performa atau rating regional tinggi, atau dengan kata lain pengembangan ekonomi koperasi di atas kemampuan ekonomi regionalnya. Oleh karena itu, berdasarkan IPEKRS maka pemeringkatan daerah dapat dilakukan, sehingga peringkat daerah dalam ekonomi koperasi tergantung pada besaran Indeks tersebut. Selanjutnya, penulis mengembangkan metode IPEKRD dengan melakukan perbandingan antara rasio laju pertumbuhan ekonomi koperasi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai laju pertumbuhan ekonomi koperasi terhadap rasio ekonomi regional dengan nasional yang dinyatakan sebagai laju pertumbuhan ekonomi. Metode ini dibuat untuk mengatasi keterbatasan metode IPEKRS yang belum mampu mengakomodasi perubahan struktur ekonomi koperasi regional dalam kurun waktu tertentu. Persamaan metode IPEKRD sebagai berikut     ………………………………….… 2 adalah rata-rata laju pertumbuhan volume usaha koperasi regional, adalah rata-rata laju pertumbuhan volume usaha koperasi nasional. Indeks potensi perkembangan ekonomi koperasi regional IPPEKR selalu di antara nol dan tak terhingga IPPEKR ≥ 0. Apabila IPPEKR 1 maka performa atau rating regional tinggi, atau dengan kata lain potensi pengembangan ekonomi koperasi regional di atas kemampuan ekonomi koperasi nasionalnya.  adalah rata-rata laju pertumbuhan produk domestik regional bruto, dan  adalah rata-rata laju pertumbuhan produk domestik bruto Indonesia. Indeks potensi perkembangan ekonomi regional IPPER adalah di antara nol dan tak terhingga IPPER ≥ 0. Apabila IPPER 1 maka performa atau rating regional tinggi, atau dengan kata lain potensi pengembangan ekonomi regional di atas kemampuan ekonomi nasionalnya. Nilai IPEKRD berada antara nol dan tak terhingga IPEKRD ≥ 0. Penafsiran IPEKRD sama dengan IPEKRS, kecuali 75 perbandingan ini lebih menekankan pada laju pertumbuhan. Penulis menilai kedua metode IPEKR tersebut cukup baik untuk menjelaskan peringkat regional dalam pengembangan ekonomi koperasi. Setelah dilakukan analisis Tipologi Klassen dan IPEKR, selanjutnya dilakukan pemeringkatan secara menyeluruh terhadap seluruh provinsi yang ada di Indonesia. HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Perkembangan Koperasi Indonesia Jumlah Koperasi Indonesia Selama hampir dua dekade reformasi berjalan, jumlah koperasi mengalami peningkatan yang signifikan sebagaimana terlihat pada Gambar 2. Pada tahun 2000 jumlah koperasi sebanyak 103,077 unit, naik menjadi 212,135 unit pada tahun 2015. Pada tahun 2017 diperkirakan jumlah koperasi naik menjadi Jumlah ini naik sekitar persen dalam rentang waktu 2000-2017. Jumlah koperasi aktif juga mengalami peningkatan secara nominal dari 88,930 pada tahun 2000, naik menjadi 150,233 unit pada tahun 2015, dan diproyeksikan naik menjadi 153,171 unit pada tahun 2017. Selama tahun 2000 hingga 2017 terjadi kenaikan persen jumlah koperasi aktif. Syarief Hasan Menteri Koperasi dan UKM 2009-2014 dalam Buku 100 Koperasi Besar Indonesia yang ditulis oleh Muchtar dan Taufiq 2013 mengatakan bahwa kenaikan tajam jumlah Koperasi Indonesia merupakan representasi dari geliat ekonomi yang semakin baik di level akar rumput grassroot, terutama di pedesaan. Ini adalah sebuah kekuatan ekonomi yang signifikan dalam menekan pengangguran dan kemiskinan. Peran koperasi dalam menekan pengangguran dan kemiskinan telah mendapat pengakuan dari perserikatan bangsa-bangsa PBB. Bahkan diyakini koperasi mampu membangun tata perekonomian yang lebih baik. Bila diperhatikan dengan saksama Gambar 2, terlihat bahwa walaupun jumlah koperasi aktif meningkat secara nominal, persentase koperasi aktif semakin menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2000, koperasi aktif sebesar persen dari total jumlah koperasi, akan tetapi menurun menjadi persen pada tahun 2015, walaupun pada tahun 2017 berada di kisaran persen. Artinya, dari tahun ke tahun jumlah koperasi yang tidak aktif juga terus meningkat. Ini adalah salah satu masalah serius dari persoalan Koperasi Indonesia. Selain itu, sebaran jumlah koperasi antara wilayah juga sangat tidak merata. Menurut Hartono dan Sarwono 2011 jumlah koperasi terbesar masih terkonsentrasi pada daerah-daerah yang memiliki dinamika perekonomian yang relatif lebih baik. Kemenkop UKM 2017 merilis data bahwa koperasi lebih banyak berkonsentrasi di Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Sumatera Utara. Dari seluruh koperasi aktif pada tahun 2017, hanya terdapat persen yang melaksanakan rapat anggota tahunan RAT. Selama periode tahun 2000-2017 pelaksanaan RAT kurang dari 50 persen kecuali pada tahun 2015, yaitu sebesar persen. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 2. Jumlah Koperasi Indonesia 0510152025303505,00010,00015,00020,00025,00030,00035,00040,00045,000Jumlah ManajerManajer % Karyawan Karyawan %Pada Gambar 2, terlihat jumlah anggota koperasi aktif mengalami peningkatan selama periode tahun 2000-2017. Pada tahun 2000 jumlah anggota koperasi aktif sebanyak juta orang naik menjadi juta orang pada tahun 2017 tumbuh persen. Fakta ini memperlihatkan bahwa Koperasi Indonesia masih diminati oleh masyarakat. Hal ini juga ditunjukkan Negara yang secara khusus membuat lembaga kementerian yang menaungi koperasi dan usaha kecil menengah. Sejarah menunjukkan bahwa perkembangan Koperasi Indonesia tidak selalu berjalan mulus, sehingga diperlukan usaha lebih dalam membangun koperasi. Manajer dan Karyawan Koperasi Indonesia Koperasi harus berorientasi pada pelayanan usaha yang efisien, menghasilkan nilai tambah yang bermanfaat maksimal bagi peningkatan kesejahteraan anggota serta dengan tetap mampu menciptakan kestabilan sisa hasil usaha SHU. Untuk itu dibutuhkan tata kelola organisasi dan manajemen yang baik. Berdasarkan Gambar 3. terlihat bahwa Koperasi mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 580,033 orang pada tahun 2017. orang di antaranya merupakan karyawan, dan 38,828 orang lainnya adalah manajer. Walaupun banyak menyerap tenaga kerja, jumlah manajer pada koperasi aktif hanya sebesar persen. Artinya, terdapat persen koperasi tidak memiliki manajer 114,343 unit. Berdasarkan rata-rata selama tahun 2000 sampai dengan 2017, hanya terdapat persen koperasi aktif yang memiliki manajer. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 3. Manajer dan Karyawan Koperasi Indonesia Selain jumlah manajer yang kurang, sebagian besar mereka tidak memiliki keterampilan manajemen koperasi modern. Tidak hanya itu, mereka pada umumnya juga berasal dari kalangan anggota masyarakat yang tidak atau kurang memiliki latar belakang pendidikan formal, maupun informal yang tidak terlalu tinggi, apalagi pengalaman di bidang bisnis. Pada akhirnya, manajer, pengurus, dan pengawas koperasi secara umum juga kurang memiliki wawasan dan kemampuan teknis untuk berproduksi, berdagang dan sebagainya, apalagi kemampuan manajerial untuk menangani suatu kegiatan bisnis Tjakrawerdaja, 2014. Oleh karena itu, penting untuk membangun kapasitas komite manajemen koperasi dan staf mereka. Selain itu, perlu adanya kesadaran bagi pemerintah pusat dan daerah -terutama yang mengurusi koperasi- untuk memberikan perhatian dan konsentrasi secara sungguh-sungguh dalam mempromosikan dan mengembangkan koperasi Emana, 2009. Dengan manajerial koperasi yang efisien dan efektif diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan anggota koperasi dan berdampak luar bagi masyarakat. Modal dan Volume Usaha Koperasi Indonesia Walaupun koperasi merupakan kumpulan orang, namun untuk melaksanakan usaha tetap dibutuhkan modal. Modal diperoleh baik dari dalam berupa simpanan anggota dan dari luar berupa pinjaman bank dan penyertaan modal. Khusus mengenai penyertaan modal, bisa bersumber dari anggota maupun berasal dari non-anggota. Sumber modal penyertaan ini tidak menyimpang dari 050,000100,000150,000200,000250,000300,000350,000400,000450,000Miliar Koperasi Terhadap PDBprinsip-prinsip koperasi, karena modal tersebut tetap tidak ada kaitannya dengan suara. Sementara itu, volume usaha adalah total nilai penjualan/pendapatan barang dan jasa pada periode tertentu. Berdasarkan Gambar 4, terlihat bahwa baik modal yang berasal dari anggota koperasi dan dari luar mengalami peningkatan setiap tahunnya. Terutama sejak tahun 2012. Pada tahun 2000, modal sendiri yang dimiliki koperasi sebesar miliar, naik menjadi miliar pada tahun 2017. Terjadi kenaikan sebesar 2, persen. Modal luar pada tahun 2000 sebesar miliar, naik menjadi miliar pada tahun 2017. Terjadi kenaikan sebesar persen. Selama periode 2000-2011 modal luar lebih banyak dibandingkan modal sendiri. Akan tetapi, sejak tahun 2012 hingga 2017 jumlah modal sendiri melebih modal dari luar. Sementara itu, terlihat pola perkembangan volume usaha serupa dengan perkembangan modal, dimana terjadi kenaikan setiap tahunnya. Pada tahun 2000 terlihat volume usaha sebesar triliun, naik menjadi triliun. Rata-rata peningkatan volume usaha selama periode tahun 2000-2017 sebesar 1, persen. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 4. Modal dan Volume Usaha Koperasi Indonesia Berdasarkan Gambar 5, terlihat bahwa kontribusi Koperasi Indonesia terhadap PDB rasio volume usaha terhadap PDB menunjukkan tren yang meningkat selama periode tahun 2000-2017. Pada tahun 2000 kontribusi Koperasi Indonesia hanya sebesar persen terhadap PDB, naik menjadi persen pada tahun 2017. Nilai ini masih kecil jika dibandingkan kontribusi koperasi di negara Prancis 18 persen, Belanda 18 persen, Selandia Baru 20 persen, Singapura 10 persen, Thailand 7 persen, dan Malaysia 5 persen. Diharapkan dengan jumlah koperasi terbanyak di dunia, kedepannya mampu memberi kontribusi yang lebih besar lagi kepada pendapatan nasional. Sumber Kementerian Koperasi & UKM dan BPS-Indonesia diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 5. Kontribusi Koperasi Indonesia Terhadap PDB 02040608010012014016018005,00010,00015,00020,00025,000SHU Mili ar Rupiah SHU/Koperas i Juta Rupiah538, 0100,000200,000300,000400,000500,000600,000700,000SHU Per Angg ota RupiahAnalisis Kinerja Koperasi Indonesia Selanjutnya dilakukan analisis kinerja Koperasi Indonesia. Pengukuran indikator kinerja koperasi berbeda dengan pelaku ekonomi lainnya karena memiliki jati diri yang berbeda. Indikator yang biasa digunakan dalam nilai kinerja koperasi adalah dengan menganalisis perkembangan sisa hasil usaha SHU sebagai representatif kesejahteraan anggota. SHU bagi koperasi tetap penting agar koperasi bisa berkembang. Namun, SHU yang tinggi tidak ada artinya apabila diperoleh dengan cara mengeksploitasi anggotanya Sasongko, 2017. Berdasarkan Gambar 6, terlihat bahwa SHU total, SHU per koperasi, dan SHU per anggota mengalami peningkatan dengan pola yang sama terutama sejak tahun 2003 hingga tahun 2017. Total SHU pada tahun 2017 yang dihasilkan oleh Koperasi Indonesia adalah sebesar triliun, SHU per koperasi sebesar juta, dan SHU per anggota sebesar ribu. Rata-rata pertumbuhan SHU selama periode tahu 2000-2017 adalah persen untuk SHU total, persen untuk SHU per koperasi, dan persen untuk SHU per anggota. Sumber Kementerian Koperasi & UKM diolah Keterangan * = hasil proyeksi Gambar 6. Sisa Hasil Usaha SHU Koperasi Indonesia Semua aspek yang telah dijelaskan di atas saling memengaruhi satu sama lain. Apabila sistem koperasi dapat dibangun dengan baik, maka akan memiliki dampak terhadap kesejahteraan anggota koperasi Partomo, 2013. Penelitian yang dilakukan oleh Cahyani 2015, menunjukkan bahwa keberadaan koperasi dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya, terutama apabila jumlah anggota banyak dan tingkat partisipasi tinggi. Syaiful, et al. 2016 dan Raidayani dan Faisal 2016 menemukan bahwa modal usaha koperasi yang semakin besar juga dapat meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Menurut Agustina et al., 2016, modal yang berasal dari modal sendiri lebih signifikan berpengaruh terhadap kesejahteraan dibandingkan modal yang berasal dari pinjaman. Pariyasa, et al. 2014 menyatakan bahwa untuk meningkatkan kesejahteraan anggota maka perlu meningkatkan modal koperasi dan volume usaha. Winarko 2014 menemukan bahwa selain jumlah anggota dan modal usaha, volume aset juga berpengaruh terhadap kesejahteraan anggota. Analisis Keunggulan Komparatif Koperasi Di Indonesia Analisis Tipologi Klassen Setiap daerah memiliki kemajuan dan pertumbuhan ekonomi koperasi yang berbeda. Ada daerah yang mampu memacu kegiatan ekonomi koperasinya sehingga dapat tumbuh pesat dan ada pula daerah yang siklus ekonomi koperasinya stagnan di satu titik atau bahkan tumbuh negatif. Untuk dapat membandingkan tingkat kemajuan koperasi suatu daerah dengan daerah lain dalam suatu lingkup referensi yang sama, maka dapat digunakan Tipologi Klassen sebagai alat analisis. Gambar 7 menunjukkan visualisasi hasil klasifikasi provinsi berdasarkan Tipologi Klassen dengan scatter plot. 79 Keterangan Data diperoleh dari Kemenkop & UKM diolah. Gambar 7. Klasifikasi Provinsi Berdasarkan Tipologi Klassen dengan Scatter Plot Analisis Tipologi Klassen digunakan untuk mengklasifikasikan provinsi-provinsi di Indonesia menjadi empat karakteristik pertumbuhan ekonomi koperasi yaitu 1. Kuadran I Daerah Maju dan Cepat Tumbuh. Terdiri dariProvinsi Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Lampung karena keempat provinsi tersebut memiliki rata-rata volume usaha per koperasi dan rata-rata laju pertumbuhan volume usaha yang lebih tinggi dibanding rata-rata nasional.  2. Kuadran II Daerah Berkembang dan Cepat Tumbuh. Terdiri dari Provinsi Sulawesi Tenggara, Maluku, Sulawesi Barat, Nusa Tenggara Timur, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah karena memiliki rata-rata volume usaha per koperasi lebih rendah tetapi rata-rata laju pertumbuhan volume usaha lebih tinggi dari rata-rata nasional.  3. Kuadran III Daerah Maju tetapi Tertekan. Terdiri dari Provinsi Jawa Tengah, DKI. Jakarta, Bangka Belitung, Bengkulu, Jawa Barat, Bali, Yogyakarta, dan Sumatera Barat karena daerah ini memiliki rata-rata volume usaha per koperasi lebih tinggi tetapi rata-rata laju pertumbuhan volume usaha yang lebih dibandingkan rata-rata nasional.  4. Kuadran IV Daerah Relatif Tertinggal. Terdiri dari Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Papua Barat, Jambi, Banten, Kepulauan Riau, Papua, Riau, Gorontalo, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Sumatera Utara, dan Sumatera Selatan karena memiliki rata-rata volume usaha per koperasi dan rata-rata laju pertumbuhan volume usaha yang lebih rendah dibanding rata-rata nasional. Analisis IPEKR Pada analisis Tipologi Klassen, klasifikasi daerah hanya mempertimbangkan kemampuan internal koperasi di masing-masing provinsi tanpa memperhatikan aspek kapasitas perekonomian regional yang direpresentasikan oleh PDRB dan PDB. Oleh karena itu, pada bagian ini dilakukan analisis IPEKR yang memperhatikan aspek internal koperasi dan aspek eksternal, yakni kapasitas perekonomian regional. Gambar 8 menunjukkan visualisasi hasil perhitungan IPEKR dengan scatter plot. 80 Keterangan Data diperoleh dari Kemenkop & UKM dan BPS-Indonesia diolah. Gambar 8. Indeks Performa Ekonomi Koperasi Regional dengan Scatter Plot Analisis IPEKR digunakan untuk mengklasifikasikan daya saing komparatif provinsi-provinsi di Indonesia menjadi empat karakteristik yang mengukur performa dan potensi pertumbuhan ekonomi koperasi dibandingkan dengan ekonomi regionalnya yaitu 1. Kuadran I Performa Tinggi dan Potensi Pertumbuhan Tinggi. Terdiri dariProvinsi Kalimantan Barat, Nusa Tenggara Timur, Jawa Timur, dan Sulawesi Selatan karena pengembangan dan potensi pertumbuhan ekonomi koperasi keempat provinsi tersebut berada di atas kemampuan ekonomi regionalnya.  2. Kuadran II Performa Rendah Tapi Potensi Pertumbuhan Tinggi. Terdiri dari Provinsi Lampung, Nusa Tenggara Barat, Nanggroe Aceh Darussalam, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, dan Sulawesi Tenggara karena pengembangan ekonomi koperasi lebih rendah tetapi potensi pertumbuhan ekonomi koperasi lebih tinggi dari ekonomi regionalnya.  3. Kuadran III Performa Tinggi Tapi Potensi Pertumbuhan Rendah. Terdiri dari Provinsi Bengkulu, Bali, Jawa Tengah, Bangka Belitung, Yogyakarta, dan Sumatera Barat karena pengembangan ekonomi koperasi lebih tinggi tetapi potensi pertumbuhan ekonomi koperasi lebih rendah dari ekonomi regionalnya.. 4. Kuadran IV Performa Rendah dan Potensi Pertumbuhan Rendah. Terdiri dari Provinsi Gorontalo, Jambi, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, Maluku Utara, Banten, DKI. Jakarta, Sulawesi Tengah, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, Papua, Papua Barat, dan Kepulauan Riau karena pengembangan dan potensi pertumbuhan ekonomi koperasi berada di bawah kemampuan ekonomi regionalnya. Setelah menganalisis daya saing koperasi berdasarkan kriteria Tipologi Klassen dan IPEKR, selanjutnya dilakukan pemeringkatan global mengenai daya saing komparatif Koperasi Indonesia berdasarkan provinsi. Tabel 1 memperlihatkan peringkat saya saing Koperasi Indonesia selama periode 2011-2015. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif paling tinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Timur, Jawa Tengah, dan Lampung. Sementara itu, provinsi dengan daya saing terendah adalah Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, Kalimantan Timur, Papua, Sumatera Selatan. Provinsi yang secara relatif tidak memiliki keunggulan daya saing perlu mendapat perhatian pemerintah dengan membuat kebijakan pemberdayaan koperasi. 81 Tabel 1. Peringkat Daya Saing Koperasi Indonesia Berdasarkan Provinsi Sumber Kemenkop & UKM dan BPS-Indonesia 2011-2015 diolah Keterangan VU_Ki = Volume usaha per koperasi provinsi i, VU_K = Volume usaha per koperasi nasional, LVUi = Laju pertumbuhan volume usaha koperasi provinsi i, LVU = Laju pertumbuhan volume usaha koperasi nasional Berdasarkan analisis mengenai perkembangan, kinerja, dan daya saing Koperasi Indonesia, maka dibutuhkan suatu kebijakan untuk mendorong agar Koperasi Indonesia dapat berperan lebih besar dalam perekonomian. Hal paling krusial perlu dilakukan adalah meningkatkan kualitas sumber daya manusia baik pengurus, pengelola maupun anggota koperasi dengan memanfaatkan badan pendidikan dan pelatihan koperasi. Selain itu, para pengurus dan pengelola dapat diikutkan dalam kegiatan temu ilmiah yang relevan, dan belajar mandiri untuk meningkatkan kompetensi dalam mengelola koperasi. Perguruan tinggi juga perlu melakukan pendampingan dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi dalam program pengabdian kepada masyarakat. Kemampuan pengelola koperasi dalam menerapkan teknologi merupakan keniscayaan terutama di era revolusi industri ini. Pada era ini, semua jenis pelayanan berbasiskan teknologi, internet of thing dan sosial media. Kelembagaan koperasi juga perlu diefisienkan dengan mengoptimalkan perangkat organisasi. Selain itu, diperlukan audit secara berkala terhadap kegiatan usaha koperasi. Dengan adanya SDM dan kelembagaan yang efisien dapat menciptakan tata kelola koperasi yang sehat dan dilakukan secara demokratis. Tata kelola yang baik ini tercerminkan dari pelaksanaan manajemen koperasi yang transparan dan akuntabel, sehingga dapat meningkatkan kepercayaan anggota kepada pengelola koperasi. Aspek lain yang perlu diperhatikan adalah perlunya pengadaan sarana dan prasarana yang memadai untuk menopang kegiatan usaha koperasi. Koperasi juga membutuhkan dukungan dari lembaga keuangan untuk dapat mengembangkan usaha. Selanjutnya, diperlukan suatu sistem dan lembaga jaringan usaha koperasi sehingga lebih terintegrasi dan skala ekonomi usaha koperasi menjadi lebih besar dan efisien. Dengan begitu, koperasi akan memiliki keunggulan daya saing. 82 Hal lain yang tidak kalah penting adalah pemerintah harus mampu menjadi fasilitator agar tercipta kemitraan setara antarkoperasi, juga dengan badan usaha lainnya sehingga tercipta harmonisasi dan persaingan sehat. Kemitraan yang setara ini akan menciptakan relasi saling tergantung antara badan usaha sehingga terdapat “gotong royong” dalam kegiatan ekonomi. Kalaupun persaingan terjadi, harus dilakukan secara sehat, saling menguntungkan dan saling menghidupi. Model pasar seperti ini akan dapat terwujud apabila ada pola tata peran di antara para pelaku ekonomi telah ditetapkan terlebih dahulu oleh negara. Dalam pola tata peran tersebut, koperasi diarahkan untuk melaksanakan kegiatan usaha yang menguasai hajat hidup orang banyak dan dapat dikerjakan orang banyak ekonomi rakyat, bukan oleh BUMN atau BUMS. Dengan adanya penguatan peran Koperasi Indonesia, para pelaku usaha sektor informal seperti pelaku usaha kecil mikro dan petani dapat diyakinkan untuk bergabung dalam koperasi sektor formal dengan tujuan untuk menyejahterakan diri mereka secara bersama-sama. Dengan demikian Koperasi Indonesia dapat menjadi soko guru ekonomi rakyat. SIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan selama hampir dua dekade reformasi berjalan, jumlah koperasi aktif mengalami peningkatan yang signifikan dari 88,930 pada tahun 2000, naik menjadi 153,171 unit pada tahun 2017 naik persen. Akan tetapi, persentase koperasi aktif semakin menurun setiap tahunnya. Pada tahun 2000, koperasi aktif sebesar persen dari total jumlah koperasi, akan tetapi menurun menjadi persen pada tahun 2017. Ini terjadi karena jumlah koperasi tidak aktif juga mengalami kenaikan. Jumlah koperasi aktif yang melaksanakan RAT kurang dari 50 persen kecuali pada tahun 2015, berkisar persen. Berdasarkan rata-rata selama tahun 2000 sampai dengan 2017, hanya terdapat persen koperasi aktif yang memiliki manajer. Sebagian besar mereka tidak memiliki keterampilan manajemen koperasi modern. Modal, volume usaha, dan sisa hasil usaha mengalami peningkatan yang signifikan terutama dalam lima tahun terakhir. Kinerja koperasi mengalami peningkatan setiap tahunnya yang mengindikasikan terjadi peningkatan kesejahteraan anggota koperasi. Provinsi yang memiliki daya saing komparatif tertinggi adalah Provinsi Kalimantan Barat, Jawa Timur, dan Nusa Tenggara Timur. Sementara yang terendah adalah Provinsi Sulawesi Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Timur. Provinsi yang secara relatif tidak memiliki keunggulan daya saing perlu mendapat perhatian pemerintah dengan membuat kebijakan pemberdayaan koperasi. Hatta 1987 pernah mengajukan sebuah tesis bahwa untuk mengeluarkan masyarakat dari kemiskinan perlu membangun sistem koperasi terlebih dahulu, sebelum koperasi bisa membangun ekonomi untuk mewujudkan kemakmuran masyarakat, yang pada gilirannya koperasi dapat menjadi pilar kesejahteraan sosial. Untuk membangun koperasi, hal utama yang perlu menjadi perhatian adalah peningkatan kualitas sumber daya manusia pengurus, pengelola, dan anggota koperasi. Selanjutnya, diperlukan efisiensi kelembagaan dengan mengoptimalkan perangkat organisasi. Selain itu perlu ada dukungan pemerintah berupa kemudahan akses modal bagi koperasi dan perlu diaturnya pola tata peran pelaku ekonomi agar tidak saling mematikan dalam melaksanakan kegiatan ekonomi. UCAPAN TERIMA KASIH Ucapan terima kasih terutamanya disampaikan kepada Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Penguatan Riset Dan Pengembangan atas bantuan dana Penelitian Dosen Pemula tahun 2018 yang diberikan untuk pelaksanaan penelitian ini dan pihak lain yang telah ikut membantu. 83 REFERENSI Agustina, L., Suharno., & Harimurti, F. 2016. Analisis pengaruh modal sendiri, modal pinjaman, volume usaha, dan jumlah anggota terhadap sisa hasil usaha pada koperasi sopir transportasi solo. Jurnal Akuntansi dan Sistem Teknologi Informasi, 124 407-416. Aref, A. 2011. Rural cooperatives for poverty alleviation in Iran. Life Science Journal, 8238-41. Bharadwaj, B. 2012. Roles of cooperatives in poverty reduction A case of Nepal. Administration and Management Review, 241120-139. Cahyani, 2015. Pengaruh jumlah anggota terhadap perolehan sisa hasil usaha melalui partisipasi anggota sebagai variabel intervening pada koperasi simpan pinjam wisuda guna raharja denpasar tahun 2012-2014. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi JJPE, 51 1-10. Emana, B. 2009. Cooperatives a path to economic and social empowerment in Ethiopia. CoopAfrica Working Paper [Internet]. [Diakses 9 Mei 2018]. Diperoleh dari Hartono, H., Sarwono, R. 2011. Analisa pengaruh ekonomi kerakyatan sesuai amanat UUD 1945 terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Binus Business Review, 22 965-978. Haryadi, W., Julyana. 2017. Analisis potensi ekonomi sektoral di Kabupaten Sumbawa tahun 2011-2015. Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 141 12-25. Hatta, M. 1978. Pengertian Pancasila. Pidato Peringatan Lahirnya Pancasila Tanggal 1 Juni 1977 di Gedung Kebangkitan Nasional-Jakarta, dengan Lampiran Sila Demi Sila, Jakarta PT. Inti Idayu Press. ______. 1987. Membangun koperasi dan koperasi membangun. Jakarta Inti Idayu Press. ______. 1957. The co-operative movement in Indonesia. Ithaca, New York Cornell University Press. Mahardiki, D., Santoso, 2013. Analisis perubahan ketimpangan pendapatan dan pertumbuhan ekonomi antar provinsi di Indonesia 2006-2011. JEJAK Journal of Economics and Policy, 62 103-213, doi Muchtar, I., Taufiq, M. 2013. 100 koperasi besar Indonesia Edisi Revisi. Jakarta Majalah Peluang & Infopasar. Pariyasa, Zukhri, A., & Indrayani, L. 2014. Pengaruh modal, volume dan anggota terhadap sisa hasil usaha pada koperasi serba usaha Kecamatan Buleleng. Jurnal Jurusan Pendidikan Ekonomi, 41 1-10. Partomo, 2013. Ekonomi koperasi. Bogor Ghalia Indonesia. Raidayani, Faisal. 2016. Faktor-faktor yang mempengaruhi sisa hasil usaha pada koperasi di Kabupaten Aceh Barat. Jurnal Perspektif Ekonomi Darussalam, 22 168-185. Ramly, F. 2013. Peringkat provinsi dalam pengembangan ekspor metode regional export performance index atau REPI. Cita Ekonomika Jurnal Ekonomi, 72 1-10. Retnowati, D. 2009. Strategi pengembangan kelembagaan dan koperasi melalui sistem demokrasi di Indonesia. Seminar Nasional Informatika 2009 semnasIF 2009. UPN ”Veteran” Yogyakarta. Hal F26-F32. Rohcmadi, I. 2011. Analisis dampak perdagangan bebas dan global pada bergesernya nilai budaya, prinsip dan tujuan koperasi. Jurnal Ekonomika, 42 45–51. Sari, Pujiyono, A. 2013. Analisis pertumbuhan ekonomi dan ketimpangan pendapatan antar provinsi di Indonesia tahun 2004-2010. Diponegoro Journal of Economis. 23 1-15. Diperoleh dari Sasongko, 2017. Analisis keunggulan komparatif dan faktor penentu kinerja koperasi di pulau Jawa. [Tesis]. Bogor Institut Pertanian Bogor. Situmorang, 2008. Peringkat provinsi dalam membangun ekonomi koperasi analisis berdasarkan indeks PEKR. Jakarta Deputi Bidang Pengkajian Sumberdaya UMKM. Kementerian Negara Koperasi dan UKM. Smith Rothbaum, J. 2013. Cooperatives in a global economy key economic issues, recent trends, and potential for Development. IZA Policy Paper No. 68. Diakses 9 Mei 2018]. Diperoleh dari Sudirman, 2018. Analisis sektor unggulan dalam meningkatkan perekonomian dan pembangunan wilayah Provinsi Jambi. Jurnal Manajemen dan Sains JMAS, 31 94-107. Sugiharsono. 2009. Sistem ekonomi koperasi sebagai solusi masalah perekonomian indonesia mungkinkah?. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 61 21-32. Sukidjo. 2008. Membangun citra koperasi Indonesia. Jurnal Ekonomi & Pendidikan, 52193-203. Swasono, 1983. Membangun koperasi sebagai soko-guru perekonomian Indonesia, dalam mencari bentuk, posisi dan realitas koperasi di dalam orde ekonomi Indonesia. Depok UI Press. Syaiful, M., Aedy, H., & Tamburaka, 2016. Strategi koperasi dalam meningkatkan kesejahteraan anggota. Jurnal Progres Ekonomi Pembangunan, 11 96-110. Tjakrawerdaja, S 2014. Koperasi Indonesia konsep pembangunan politik ekonomi. Jakarta Universitas Trilogi Tjakrawerdaja, S., Purwandaya, B., Lenggono, Karim, M., & Agusalim, L. 2017. Sistem ekonomi Pancasila. Jakarta Rajawali Pers. Verhofstadt E., Maertens, M. 2014 Can Agricultural Cooperatives Reduce Poverty? Heterogeneous Impact of Cooperative Membership on Farmers' Welfare in Rwanda, Applied Economic Perspectives and Policy, 371 86-106. Winarko, 2014. Pengaruh modal sendiri, jumlah anggota dan aset terhadap sisa hasil usaha pada koperasi di Kota Kediri. Nusantara of Research, 12 151-167. Akhmad YunaniERP system and SCM are considered to be the business performance enhancer regardless the business type. This paper summarizes studies on ERP systems and SCM in cooperative business. The cooperative is a unique model of business, where the owners are also customers, suppliers, as well as operators. There is a little study concerns on ERP, SCM, even operations perspective of cooperative business. If any, the study focuses on technical aspects of technology, a little part of ERP, like the use of application of accouting, the use of marketplace, etc. This paper also proposes a framework of ERP and SCM model for cooperative. The discussion refers to the performance standards of the cooperative set by the Government and combined with ERP systems and business process in general. This model is expected to be a considerable framework to enhance cooperative performance as well as a tool of control of cooperative business. Due to the vary of cooperative type of business, it is suggested that further study observes the actual business process in a cooperative so that ERP system and SCM model can be developed properly. Akhmad YunaniERP system and SCM are considered to be the business performance enhancer regardless the business type. This paper summarizes studies on ERP systems and SCM in cooperative business. The cooperative is a unique model of business, where the owners are also customers, suppliers, as well as operators. There is a little study concerns on ERP, SCM, even operations perspective of cooperative business. If any, the study focuses on technical aspects of technology, a little part of ERP, like the use of application of accouting, the use of marketplace, etc. This paper also proposes a framework of ERP and SCM model for cooperative. The discussion refers to the performance standards of the cooperative set by the Government and combined with ERP systems and business process in general. This model is expected to be a considerable framework to enhance cooperative performance as well as a tool of control of cooperative business. Due to the vary of cooperative type of business, it is suggested that further study observes the actual business process in a cooperative so that ERP system and SCM model can be developed properly. Bishal BharadwajMassive poverty exists in Nepal. Poverty reduction has been identified as an integrated development approach. In spite of huge potentialities, rural areas have weak domain of transferability. Weak domain of transferability can lead to persistent and chronic poverty. Therefore strategy of breaking vicious poverty cycle should be so designed that will support for a quality asset, b strengthen access and c creates competitive transferability. Cooperative is a member based business with well defined norms and principles. Cooperative has been identified as a potential component of Nepalese three pillar economy. The paper incepts in the contribution of cooperative in poverty reduction. It was observed that cooperative and poverty reduction goes hand in hand. Cooperative can be effective institutional arrangement in breaking the vicious cycle of poverty in the rural socioeconomic context. Under effective supervision, if cooperative can be well managed and strengthened; cooperative can potentially strengthen the domain of transferability of rural community and there forwards to contribute to sustainable reduction of Muhammad Faisal FaisalDosen Prodi MagisterThe objective of this research was to test the influence of amount of capital, number of members, business volume, and assets on the net amount of remaining annual income or profit of the cooperatives in Aceh Barat Regency. This research used the pooled data that were collected since 2011 until 2015 with a number of 20 cooperatives as the samples. The multiple linear regression, classical assumption test, and economies of scale was used as the model of this research. The results showed that the amount of capital, the number of members, and the assets positively and significantly influenced the net amount of remaining annual income or profit at the cooperatives in Aceh Barat Regency, mean while the business volume, negatively and significantly effect the net amount of remaining annual income or profit. The results of analysis of economies of scale in variable assets, that an asset that improved results were accompanied by a rise in remaining annual income or profit as well as production costs will decline, it is because changes in the increasing remaining return results accompanied by improved results and costs average more. It is suggested that the policymakers keep increasing the net amount of remaining annual income or profit and the amount of capital of the cooperatives in Aceh Barat Regency in order to improve the performance of the cooperatives in doing their economic activities. Government leveraging intellectual capital such as human capital, structural capital and customer capital that gives the Aceh Barat Regency, so that became a catalyst in the development in Aceh Barat Regency lead to better economic growth. Keywords Capital, number of member, business volume, asset, the net amount of remaining annual income or Mahardiki Rokhedi Priyo SantosoThis study is to determine the level of income inequality in Indonesia period for 2006-2011 and to test whether the inequality increased significantly during that period. In addition, the purpose of this study was to map the pattern of regional classification based on economic growth. Technical analysis of inequality used is the Williamson Index and Theil Entropy Index. The Paired Sample T-Test is used to determine the significance of inequality growth from 2006 to 2011. Meanwhile the regional growth pattern was analyzed by Klassen typology. The research data includes the number of Indonesian population and Gross Domestic Product GDP per capita per province. According to the index calculation of Williamson, the level of income inequality in Indonesia tends to increase by in 2011. Based on the Paired Sample T-Test it is found that the Williamson Index in 2011 increased significantly compared to that of in 2006. In contrast the Theil Index show the decreasing trend of income inequality eventhough there was slight increase at the end of period results from the Klassen typology shows that most of region is classified as a higher growth but low income level of development. Penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia 2006-2011 dan melihat apakah selama periode tersebut terjadi peningkatan ketimpangan yang signifikan. Selain itu juga, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pola/klasifikasi daerah yang didasarkan pada pertumbuhan ekonominya. Metode perhitungan untuk analisis ketimpangan adalah Indeks ketimpangan Williamson dan Indeks ketimpangan Entropi Theil, sedangkan perkembangan distribusi pendapatan dengan Paired Sample T-Test. Analisis pola pertumbuhan menggunakan teknik Tipologi penelitian meliputi jumlah penduduk Indonesia dan Produk Domestik Regional Bruto PDRB per kapita per provinsi. Menurut hasil perhitungan Indeks Williamson, selama periode penelitian tingkat ketimpangan pendapatan di Indonesia menunjukkan pergerakan yang meningkat dengan nilai pada tahun 2011 sebesar 0,83. Berdasarkan uji paired t-Test ditemukan hasil bahwa terdapat ketimpangan pendapatan yang signifikan pada 2011 dibandingkan dengan 2006. Sedangkan hasil dari Indeks Theil didapatkan tingkat ketimpangan di Indonesia selama periode penelitian cenderung menurun dengan nilai sebesar 0,34 pada tahun 2011 meskipun meningkat pada akhir periode. Hasil dari tipologi Klassen menunjukkan bahwa kecenderungan provinsi berada pada kategori daerah maju tapi HartonoRido SarwonoCooperatives are one ideological concept of Indonesian economy and stated firmly in constitutional of Republik Indonesia. The growth of cooperatives in Indonesia has complex problems so they are pushed by capitalism power from private companies. Whereas, cooperatives were built as economical blocks in mediating Indonesian people to be more welfare economically. Data from Cooperatives Department, there are significant growth of cooperatives from 2006 to 2010 the active cooperatives are up to Meanwhile, the unactive cooperatives are 2006 to 2010, in total amount of in 2010. The cooperatives growth is interesting to be research in the future to identify wealth of cooperatives and which area has the most rapid growing of Anita PutriYulhendri YulhendriRemaining business results is one of the important things in improving the welfare of members of cooperatives, because cooperatives are one of the forces that drive economic growth. This research is an associative descriptive study using panel data regression analysis method using Eviews version 8. Data was collected by documentation technique, the data in this study are secondary data, namely all Village Unit Cooperatives in Padang City totaling 6 KUD. The dependent variable in this study is the residual business results, while the independent variable is the number of members and own capital. The results of this study stated that the F test obtained a calculated f value of 24,90077 while the f table value of so that the calculated f value is greater than the value of the f table and sig probability value. 0,000 <α = which means Ho was rejected and Ha was accepted. This shows that there is a joint effect between the number of members X1 and own capital X2 on the Remaining Operations Y of the Village Unit Cooperative in Padang City. R Square value in this study amounted to or This means that the amount of contribution between the number of members and own capital to the rest of the business results is while is influenced by other factors not examined in this study. Keyword the number of member, equity, and SHUAdrian Tri SasongkoYeti Lis Purnamadewi MulatsihDevelopment of cooperatives is an important element that must be done in order to realize the national economic development because the cooperative able to accommodate the community in achieving the goal of improving the welfare of the people based on the principle of mutual cooperation. Differences in regional characteristics lead to diversity in the development and development of cooperatives. Java Island with rapid economic growth, able to build cooperatives in large numbers but the performance of cooperatives and growth is still fluctuating. Therefore, this study aims to determine the comparative advantage in cooperative development and analyze the factors that affect the performance of cooperatives in Java. This research uses secondary data with Method of Econometrika Data Panel and Method of Economic Performance Index of Regional Cooperation PEKR Index. The results showed that the provinces of Central Java and Yogyakarta have a comparative advantage in the economic development of cooperatives in 2011-2015. Factors affecting the performance of the cooperative is the number of active cooperatives, the number of cooperative employees, own capital cooperatives and PDRB. Keywords Comparative advantage, Cooperative, Performance, Panel dataSudirman SudirmanM AlhudhoriBased on pattern classification Typologi Klassen of the growth sectors of the economy in Jambi province makes the agricultural sector and the sector of mining and excavation are on the I quadrant as a sector that developed and developing fast, water procurement sector, trash, waste treatment and recycling, and education services sectors are at a quadrant II sectors advanced but that is depressed. After dianalis the pattern of growth sectors of the economy, may be known to the classification of economic sectors in the province of Jambi, for a deeper analysis of the sector required base with LQ method to find the base of the sector can be prioritized into the flagship sector. In accordance with the results of the analysis of the economic base by the method of LQ for the level of Jambi province are known to exist in four major sectors constituting the base sector of the economy. The fourth sector is agriculture, a sector of mining and excavation of the procurement sector, garbage, water, sewage treatment and recycling, and educational services. So, from both Typologi and Klassen LQ analysis it can be concluded that the economic sector in Jambi province which should be developed and can be prioritized into a flagship sector is agriculture, a sector of mining and excavation, the sector procurement of waste, water, sewage treatment and recycling, and education services sectors. Keywords 1 GDP Jambi province; Indonesia'S GDP and 2 the rate of growth of GDP and contribution to Indonesia and Jambi province; 3 Data on the economic potential of Jambi provinceWe analyze the inclusiveness and effectiveness of agricultural cooperatives in Rwanda. We estimate mean income and poverty effects of cooperative membership using propensity score matching techniques. We analyze heterogeneous treatment effects across farmers by analyzing how estimated treatment effects vary over farm and farmer characteristics and over the estimated propensity score. We find that cooperative membership in general increases income and reduces poverty and that these effects are largest for larger farms and in more remote areas. We find evidence of a negative selection because impact is largest for farmers with the lowest propensity to be a cooperative member.

strategi peningkatan daya saing koperasi